Ilustrasi THR Ormas. Dok MI
Media Indonesia • 18 March 2025 05:42
INSIDEN pabrik di Cilegon, Banten, hanyalah puncak gunung es permasalahan premanisme ormas di Indonesia. Namun, penyerangan yang sampai mengunci pagar pabrik itu harusnya menjadi akhir dari sikap lembek negara terhadap premanisme ormas.
Seperti yang diungkapkan oleh Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani, gangguan dari ormas atau LSM sudah kerap terjadi. Setiap hari raya, ormas langganan meminta THR dan jatah ke berbagai pabrik di kawasan industri. Hal itu menyebabkan tambahan biaya yang tidak sedikit.
Lebih jauh, seperti berkaca pada insiden penutupan pabrik di Cilegon, bukan hanya operasional pabrik yang terganggu, melainkan juga tersemat citra negatif pada iklim investasi. Premanisme, baik ormas maupun nonormas, menambah tantangan usaha di Indonesia.
Padahal, selama ini saja, Indonesia masih jeblok soal skor kemudahan usaha. Pada tahun lalu, dalam laporan Business Ready (B-Ready) yang dikeluarkan Bank Dunia, sejumlah skor Indonesia di bawah 50 negara masuk laporan tersebut. Indonesia mendapat skor rendah pada tiga indikator, yaitu financial services dengan skor 57 dari 100, business insolvency 57, dan market competition mendapatkan skor paling rendah di antara 10 indikator dengan nilai 52.
Jika melihat data-data itu, tantangan usaha memang tidak semata keamanan. Meski begitu, premanisme dan ketidakjelasan penanganan hukumnya memang merupakan hal yang dapat mendorong business insolvency.
Itu sungguh disayangkan karena sebenarnya Indonesia unggul di tiga indikator lainnya. Namun, sebagaimana bisa kita lihat dari persaingan di regional, keunggulan lokasi, jumlah tenaga kerja, atau layanan utilitas merupakan hal yang mudah disaingi negara tetangga. Tidak mengherankan jika sejak 2024 pun investor berbondong-bondong ke Vietnam dan sekadar menanamkan investasi 'receh' di Indonesia.
Lihat saja investasi Apple di Indonesia hanya Rp1,6 triliun, sedangkan uang yang ditanamkan di Vietnam sebesar USD15,84 miliar atau Rp256 triliun. Hal serupa juga dilakukan Microsoft yang hanya menanam senilai USD1,7 miliar atau Rp27 triliun pada teknologi AI di Indonesia. Angka itu lebih kecil jika dibandingkan dengan investasi di Malaysia senilai USD2,2 miliar atau Rp35 triliun.
Baca Juga:
Dorong Polisi Tertibkan Preman Berkedok Ormas, Sahroni: Negara Jangan Kalah! |