Logo PDIP. Foto: Medcom.
Jakarta: Sikap inkonsistensi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) terkait kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen yang akan berlaku pada 1 Januari 2025. Partai berlambang banteng moncong putih disebut mengkhianati kesepakatan pengesahan Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
"Undang-Undang HPP adalah hasil kesepakatan bersama yang disahkan melalui Rapat Paripurna DPR pada 7 Oktober 2021. Bahkan, dalam pembahasannya, Panitia Kerja (Panja) RUU HPP dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi XI DPR RI dari Fraksi PDIP, Dolfie Othniel Frederic Palit," kata Wakil Ketua Komisi XI DPR Fauzi Amro melalui keterangan tertulis, Senin, 23 Desember 2024.
Ketua DPP Partai NasDem itu menegaskan PDIP mencerminkan sikap yang tidak konsisten. Partai yang dipimpin Megawati Soekarnoputri itu dinilai ingin mencari keuntungan dari polemik tersebut.
"Sikap ini seperti 'lempar batu sembunyi tangan' dan berpotensi mempolitisasi isu untuk meraih simpati publik," ungkap dia.
Dengan rekam jejak digital yang masih tersedia, Fauzi mengingatkan PDIP untuk konsisten dengan keputusan yang telah disepakati. Mereka diminta tidak mempermainkan isu demi kepentingan politik jangka pendek
Menurut Fauzi, kenaikan PPN 12 persen adalah bagian dari reformasi perpajakan yang bertujuan memperkuat penerimaan negara serta mendukung konsolidasi fiskal. Pemerintah juga telah memberikan pengecualian PPN 0 persen untuk bahan pokok.
Adapun jenis barang dan jasa PPN 0 persen mulai 1 Januari 2025 yaitu beras, daging ayam ras, daging sapi, gula pasir, berbagai jenis ikan, telur ayam, cabai hijau, cabai merah, cabai rawit dan bawang merah.
Kemudian jasa yang tidak dikenai PPN 12 persen atau 0 persen yaitu pendidikan, layanan kesehatan, angkutan umum, tenaga kerja, keuangan, asuransi, buku, vaksin polio, rumah sederhana dan sangat sederhana, rusunami, serta pemakaian listik dan air minum
“Langkah ini menunjukkan keberpihakan pemerintah terhadap kebutuhan dasar Masyarakat,”jelasnya.
Fauzi menyampaikan Nasdem mendukung pelaksanaan kebijakan ini sembari meminta pemerintah untuk memperkuat mekanisme pengawasan agar tidak terjadi distorsi di pasar. Nasdem juga mendorong adanya program kompensasi atau subsidi bagi kelompok masyarakat rentan untuk meminimalkan dampak kenaikan tarif PPN.
"Komisi XI DPR RI akan terus memantau pelaksanaan kebijakan ini dan berkomitmen membuka ruang dialog dengan pemerintah serta pelaku usaha untuk memastikan kebijakan ini berjalan sesuai tujuan tanpa mengorbankan stabilitas ekonomi rakyat," ujar dia.