Pengamat kepemiluan dari Universitas Indonesia Titi Anggraini. MI
Akmal Fauzi • 5 February 2024 20:40
Jakarta: Sanksi peringatan keras Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) kepada Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari dinilai mengonfirmasi ada masalah profesionalitas KPU yang tidak bisa diabaikan dari penyelenggaraan Pemilu 2024. Publik diminta mencermati untuk memastikan tidak berdampak pada kemurnian suara saat pencoblosan pada 14 Februari 2024.
Pengamat kepemiluan dari Universitas Indonesia Titi Anggraini menyayangkan DKPP tidak tegas dan toleran pada pelanggaran etika oleh KPU. Hal itu berbeda dengan sanksi serupa yang pernah dialami komisioner KPU terdahulu, Ilham Saputra dan Arief Budiman, yang dicopot dari jabatannya ketika melakukan pelanggaran etika dengan sanksi peringatan keras terakhir.
"Sanksi peringatan keras terakhir yang beranak pinak tidak akan dianggap punya makna sepanjang jabatan masih mereka pegang. Putusan DKPP seolah menormalisasi pelanggaran etika dengan terus merepitisi sanksi tanpa ada efek jera yang bisa memberi keyakinan pada semua jajaran penyelenggara pemilu untuk tidak bermain-main dengan aturan main, dan etika penyelenggara pemilu," kata Titi dalam keterangan tertulis, Senin, 5 Februari 2024.
Pada 2019, Ilham Saputra dicopot dari posisinya sebagai ketua divisi teknis penyelenggaraan dan logistik oleh DKPP karena melanggar kode etik terkait pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR. DKPP juga menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir dan pemberhentian dari jabatan ketua kepada Arief Budiman selaku Ketua KPU pada 2021.
Saat itu, Arief Budiman diadukan ke DKPP karena mendampingi dan menemani Evi Novida Ginting Manik yang telah diberhentikan DKPP pada 18 Maret 2020, untuk mendaftarkan gugatan ke PTUN Jakarta.
Baca Juga:
Pelanggaran Etik Ketua KPU Berpotensi Memengaruhi Legitimasi Hasil Pemilu |