Deflasi Tanda Ekonomi Indonesia Rapuh

Ekonomi Indonesia. Foto: MI.

Deflasi Tanda Ekonomi Indonesia Rapuh

Media Indonesia • 3 August 2024 15:54

Jakarta: Kenaikan deflasi yang terjadi beberapa waktu terakhir harus dicermati dengan baik. Ini merupakan rangkaian pengelolaan ekonomi yang tidak memadai.

Deflasi yang terjadi merupakan penurunan tingkat harga umum barang dan jasa yang seolah-olah menguntungkan masyarakat luas. Harga tidak naik lalu kita secara individu yang mapan bersorak menikmatinya.  
 

baca juga:

Jepitan Hidup Masyarakat Kelas Menengah Indonesia


Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat terjadi penurunan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari 106,28 pada Juni 2024 menjadi 106,09 pada Juli 2024. Dalam beberapa waktu terakhir, ekonomi Indonesia mengalami deflasi 0,18 persen  pada Juli tahun ini dibanding dengan IHK bulan sebelumnya (month-to-month/mtm). Selama 3 bulan terakhir terjadi deflasi beruntun.

"Deflasi kedengarannya menguntungkan bagi konsumen karena harga yang lebih rendah, tetapi ini merupakan fenomena makroekonomi ketika ekonomi masyarakat sedang tidak berdaya untuk membeli barang-barang kebutuhannya," papar  Ekonom senior Indef Didik J Rachbini dikutip dari Media Indonesia, Sabtu, 3 Agustus 2024.

Deflasi yang terjadi sekarang dapat menimbulkan dampak negatif yang luas terhadap perekonomian jika kebijakan makro dan kebijakan sektor riil seperti sekarang.

"Yang sudah jelas ada di hadapan mata ialah penurunan pengeluaran konsumsi. Konsumen menunda pembelian untuk mengantisipasi harga lebih rendah lagi di masa depan karena keterbatasan pendapaatannya dan banyak yang menganggur," tegas dia.

Menurut Didik, dalam aspek kesempatan kerja peluang pekerjaan, masalah pengangguran lebih berat yang tidak bisa diukur secara baik karena fenomena sektor informal sangat banyak.

"Bantuan sosial yang sangat besar sebagai jual beli suara politik tidak membantu sama sekali memperbaiki keadaan, bahkan mendorong utang semakin besar sebagai beban ekonomi politik yang diwariskan," tegas dia.

warisan utang besar

Selain menerima keadaan deflasi beruntun, konsumsi lemah karena pendapatan turun dan PHK pengangguran yang semakin massal, pemerintah baru mendapat warisan utang yang besar selama 10 tahun terakhir ini.  Gabungan masalah industri yang berat, pengangguran dan deflasi karena konsumsi menurun, dunia usaha yang dirasakan pengusaha semakin berat.

"Dunia usaha mengalami penurunan pendapatan akibat konsumsi masyarakat turun sehingga dengan terpaksa memberhentikan pekerja atau mengurangi jam kerja. Dalam jangka lebih panjang bisa terjadi stagnasi atau penurunan upah karena pada keadaan seperti ini pengusaha juga dapat memotong upah atau menghentikan kenaikan upah. Secara makro ini selanjutnya mengurangi permintaan secara keseluruhan dalam perekonomian," ujarnya.

berkurangnya aktivitas ekonomi

Penurunan harga menyebabkan berkurangnya aktivitas ekonomi, sehingga menyebabkan harga semakin jatuh. Hal ini dapat mengakibatkan resesi yang berkepanjangan. Ada yang diwariskan pemerintah Jokowi terhadap pemerintah baru, yakni dampak makroekonomi. Hati-hati resesi bisa menghadang ekonomi Indonesia karena deflasi yang terus-menerus dapat menyebabkan spiral deflasi yang memburuk.

Investasi yang dilakukan dunia usaha tidak akan lebih tinggi, bahkan bisa lebih rendah lagi. Dunia usaha akan melakukan koreksi perencanaannya dengan menunda atau membatalkan rencana investasi karena ketidakpastian mengenai pendapatan dan keuntungan di masa depan.

"Ketika suku bunga nominal sudah rendah, deflasi meningkatkan suku bunga riil. Ini membuat pinjaman menjadi lebih mahal dan menghambat investasi dan pengeluaran. Lupakan mimpi ekonomi tumbuh 8 persen  jika masalah konsumsi rendah tidak bisa diatasi dengan pengembangan ekonomi di sektor riil, terutama industri," tegas dia. 

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Arif Wicaksono)