Ilustrasi, bendera Tiongkok. Foto: Unsplash.
Jakarta: Tiongkok untuk kesekian kalinya mempertahankan tingkat suku bunga kredit di 2,5 persen. Meski ini sudah sesuai dengan prediksi, namun pelaku pasar dan investor tetap kecewa karena deflasi semakin dalam, sektor properti Tiongkok yang kian semakin suram, ditambah dengan lesunya permintaan dan daya beli.
Pemulihan ekonomi yang berjalan dengan lambat, hanya akan membuat perekonomian semakin terpuruk lagi.
"Alasan Bank Sentral Tiongkok (PBOC) untuk tetap, adalah karena bank sentral AS The Fed memundurkan proyeksi penurunan tingkat suku bunga Fed Rate yang awalnya di bulan Maret, menjadi tak menentu. Hal ini melihat inflasi kian tidak pasti," kata Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Indonesia Maximilianus Nico Demus, Senin, 19 Februari 2024.
Maka PBOC memutuskan untuk menahan tingkat suku bunga agar divergensi kebijakan tidak terlampau jauh. Hal ini harus dilakukan oleh Tiongkok agar mereka mampu menjaga volatilitas Yuan yang telah jatuh ke level terendahnya dalam tiga bulan terakhir.
"Tiongkok tampaknya dilema antara pelonggaran kebijakan moneter yang dapat mendorong pendanaan dan merevitalisasi aktivitas perekonomian, dengan tekanan divergensi kebijakan. Namun hal ini sebetulnya sudah disampaikan oleh PBOC bahwa mereka sepakat untuk tidak membanjiri pasar dengan likuiditas," kata Nico.
Baca juga: Bank Sentral Tiongkok Fokus Jaga Kestabilan Mata Uang Yuan
Suntik likuiditas
Bagi PBOC untuk saat ini pemotongan Giro Wajib Minimum perbankan telah dianggap cukup untuk menyuntikkan likuiditas ke dalam sistem keuangan.
Terakhir, PBOC juga menyuntikan uang tunai untuk ke 15 bulan berturut-turut. Suntikan bersih diberikan melalui MLF Finance For Mortgage, Leasing, Factoring, and Consumer Finance, sebesar 1 miliar yuan atau USD139 juta, dan ini merupakan suntikan terkecil sejak Agustus silam.
"Saat ini hanya tinggal, di bagian mana kita bisa mengambil persepsi dan ekspektasi, antara persepsi PBOC yang percaya stimulus telah cukup dengan efektif, atau dengan ekspektasi pelaku pasar yang menuntut lebih untuk mendorong perekonomian," kata Nico.
Sementara daya beli dan konsumsi terus melemah akibat hilangnya kepercayaan, dan anjloknya penjualan rumah oleh 100 developer top di Tiongkok dengan penurunan 33 persen (yoy) pada Januari. Saat ini perhatian pasar akan terfokus kepada tenor 1-tahun dan 5-tahun Loan Prime Rate yang akan keluar pada 20 Februari mendatang.
"Meski banyak yang mengatakan akan dipangkas, namun kami melihat belum tentu PBOC akan memberikan semudah itu," kata Nico.
Selain data ekonomi dari Tiongkok, dari Amerika data FOMC Meeting Minutes sangat dinantikan karena akan memberikan gambaran sejauh mana The Fed memiliki peluang untuk memangkas tingkat
suku bunga, dan bagaimana sikap dari para pejabat The Fed terhadap situasi dan kondisi yang ada saat ini.
Sentimen pemilu
Dari dalam negeri, pertemuan Bank Indonesia (BI) akan mencuri perhatian, meski tingkat suku bunga BI Rate diproyeksikan akan tetap tidak berubah karena The Fed juga belum akan menurunkan tingkat suku bunganya.
"Sentimen akan minim, namun volatilitas akan naik dan turun seiring dengan tensi politik dari dalam negeri yang mempengaruhi kedepannya. Perhatikan momentum dan kesempatan, di tengah tingginya IHSG saat ini karena sentimen pemilu," jelas Nico.