Jokowi Telat Antisipasi Pelemahan Rupiah

Ilustrasi. Foto: MI/Susanto.

Jokowi Telat Antisipasi Pelemahan Rupiah

Media Indonesia • 20 June 2024 21:31

Jakarta: Analis pasar mata uang Lukman Leong menilai Presiden Joko Widodo (Jokowi) telat mengantisipasi pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Selama empat minggu terakhir, rupiah terdepresiasi dan kini sudah menembus Rp16.430 per USD.
 
Kepala Negara baru mengundang Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) ke Istana Negara, Jakarta Pusat, hari ini, untuk membahas pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
 
KSSK terdiri atas Menteri Keuangan selaku Ketua KSSK, lalu Gubernur Bank Indonesia (BI), Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
 
"Sekarang mungkin sudah agak telat. Pemerintah perlu mencari cara lain selain intervensi untuk meredam gejolak rupiah," ungkap Lukman kepada Media Indonesia, Kamis, 20 Juni 2024.
 
Dia berpandangan masalah ambruknya rupiah tidak sepenuhnya disebabkan oleh kekuatan dolar AS dan membaiknya data perekonomian AS. Melainkan adanya sentimen negatif investor asing pada bursa ekuitas.
 
"Walau mata uang negara-negara lain masih tertekan, namun sentimen investor di Indonesia terlihat lebih negatif," tudingnya.
 

Baca juga: BI Anggap Stabilitas Rupiah Masih Terjaga Meski Tren Melemah
 

Batasi investor jangka pendek

 
Kedepannya pemerintah diminta membatasi investor jangka pendek di bursa ekuitas dan pasar Surat Berharga Negara (SBN) karena uanga yang dibawa mereka dianggap tidak akan menguntungkan. Selain itu aktivitas yang menguras devisa juga mesti diawasi seperti kegiatan impor.
 
"Kemudian pemerintah perlu mengambil langkah kontrol devisa," tegas Lukman.
 
Dihubungi terpisah, analis pasar uang Ariston Tjendra menyebut pemanggilan Jokowi terhadap KSSK untuk mencari solusi yang tepat terkait pengendalian rupiah. Menurutnya, untuk menjaga nilai rupiah stabil terhadap dolar AS, suplai mata uang asing itu di dalam negeri harus mencukupi.
 
"Jadi, BI harus menarik dolar AS untuk masuk ke Indonesia dengan berbagai instrumen yang menarik dari sisi imbal hasil," jelas dia.
 
Ariston juga berpendapat rupiah yang melemah terlalu cepat terhadap dolar AS bisa menurunkan kepercayaan investor dan dapat meningkatkan biaya-biaya ekonomi ke depannya.
 
(INSI NANTIKA JELITA)

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Husen Miftahudin)