Pimpinan KPK Tunggu Laporan Vonis Praperadilan Eks Wamenkumham

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata. Medcom.id/Fachri Audhia Hafiez.

Pimpinan KPK Tunggu Laporan Vonis Praperadilan Eks Wamenkumham

Candra Yuri Nuralam • 30 January 2024 19:05

Jakarta: Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum mengetahui rincian vonis praperadilan yang diajukan mantan Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy. Tim biro hukum Lembaga Antirasuah diminta segera melaporkan.

“Biro hukum akan mengkaji pertimbangan hakim, dan melaporkan ke pimpinan,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata melalui keterangan tertulis, Selasa, 30 Januari 2024.

Alex belum bisa menjelaskan langkah hukum lanjutan yang akan ditempuh KPK. Namun, kemenangan praperadilan sejatinya tidak menghilangkan keterlibatan Eddy dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi.

Hakim Tunggal Estiono menilai status tersangka terhadap Eddy tidak sesuai dengan aturan yang berlaku. Status hukum itu juga dinilai tidak mengikat dan memiliki kekuatan hukum.

Hakim juga menolak semua eksepsi dari KPK. Lembaga Antirasuah juga dibebankan biaya perkara.

Baca: Alasan KPK Mangkir di Sidang Praperadilan Kasus Harun Masiku

Eddy mengajukan praperadilan atas penetapan tersangka terhadapnya. Salah satu protes eks wamenkumham itu yakni soal kesepakatan pemberian status hukum yang tidak dilakukan secara kolektif kolegial.

KPK menetapkan empat tersangka dalam kasus dugaan penerimaan suap dan gratifikasi di Kemenkumham. Yakni, Dirut PT CLM Helmut Hermawan, eks Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej, pengacara Yosi Andika Mulyadi, dan Asisten Pribadi Eddy, Yogi Arie Rukmana.

Eddy diduga menerima Rp8 miliar dari Helmut. Dana itu untuk mengurus sengketa status kepemilikan PT CLM, penghentian perkara di Bareskrim, dan dana keperluan pribadi berupa pencalonan Ketua Pengurus Pusat Persatuan Tenis Seluruh Indonesia (PP Pelti).

Total uang yang diterima itu belum final. KPK bakal mengembangkan dugaan adanya aliran dana lain yang masuk kepada Eddy. Saat ini, baru Helmut yang ditahan.

Helmut disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Lukman Diah Sari)