KPK Perkuat Bukti Penerimaan Suap Izin Pertambangan oleh Gubernur Maluku Utara

Juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri. Foto: Medcom.id/Candra Yuri Nuralam.

KPK Perkuat Bukti Penerimaan Suap Izin Pertambangan oleh Gubernur Maluku Utara

Candra Yuri Nuralam • 15 February 2024 09:17

Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperkuat bukti adanya pemberian suap dari izin pertambangan untuk Gubernur nonaktif Maluku Utara (Malut) Abdul Gani Kasuba. Sebanyak lima saksi telah membeberkan informasi tambahan ke penyidik.

“Para saksi hadir dan dikonfirmasi antara lain dugaan penerimaan uang oleh tersangka AGK (Abdul Gani Kasuba) melalui pemberian berbagai izin usaha pada para kontraktor khususnya izin dibidang pertambangan,” kata juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Kamis, 15 Februari 2024.

Para saksi itu yakni Kepala BKD Malut Miftah Baay, PNS Malut Idrus Assagaf, dua pihak swasta Hengky Go, dan Irfan Hasnudin, serta staf honorer Dinas PUPR Jusman Adam. Ali enggan memerinci informasi lebih lanjut soal dugaan suap pertambangan ini demi menjaga kerahasiaan kasusnya.

KPK membuka peluang mendalami dugaan suap terkait izin tambang nikel di Maluku Utara. Gubernur nonaktif Maluku Utara Abdul Gani Kasuba terseret dalam kasus ini.

“Dalam proses penyidikan tidak menutup kemungkinan itu juga ada dugaan penerimaan (suap) yang bersumber dari proses pemberian izin tambang nikel,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam telekonferensi yang dikutip pada Jumat, 26 Januari 2024.
 

Baca juga: KPK Pastikan TPS di Rutan Bebas Serangan Fajar

Alex menjelaskan Maluku Utara merupakan salah satu wilayah yang menjadi sumber nikel di Indonesia. Karenanya, kata dia, pemantauan proses perizinan di sektor tersebut dinilai perlu dilakukan.

KPK menetapkan tujuh tersangka dalam kasus dugaan suap pengadaan dan perizinan proyek di Maluku Utara. Mereka yakni Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba, Kadis Perumahan dan Permukiman Pemprov Maluku Utara Adnan Hasanudin, Kadis PUPR Pemprov Maluku Utara Daud Ismail, Kepala BPPBJ Ridwan Arsan, ajudan Abdul, Ramadhan Ibrahi, dan pihak swasta Stevi Thomas serta Kristian Wulsan.

Pada perkara ini, Stevi Thomas, Adnan Hasanudin, Daud Ismail, dan Kristian Wulsan sebagai pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Sedangkan, Abdul, Ramadhan Ibrahim, dan Ridwan Arsan sebagai penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Arga Sumantri)