Suasana rekapitulasi suara Pemilu di PPK Jebres yang berakhir pada Kamis malam (29/2).(MI/Widjajadi)
Solo: Pengurus Anak Cabang (PAC) PDI Perjuangan Jebres menganggap Sirekap lebih berkuasa. Hal ini ditegaskannya usai rekapitulasi suara hasil Pemilu 2024 di Kecamatan Jebres, Surakarta, Jawa Tengah (Jateng), yang berakhir Kamis malam, 29 Februari 2024.
"Dari yang terjadi membuktikan bahwa penghitungan manual dalam pemilu 2024 tak lagi berlaku secara absolut. Sebab Sirekap yang sejak awal sudah bermasalah justru menjadi patokan atau acuan dalam pemilu kali ini," kata Ketua PAC PDIP Jebres, Honda Hendarto, Kamis malam.
Menurut dia, dengan ada fakta-fakta bahwa rekapitulasi penghitungan disetir Sirekap, para saksi PAC PDIP Jebres tidak bersedia menandatangani Berita Acara Rekapitulasi. Dia memaparkan sesuai dengan peraturan KPU, hasil pemilu ditentukan oleh hasil rekapitulasi manual secara berjenjang.
"Artinya, perhitungan yang dilakukan manual. Dan jika ada masalah akan dikembalikan pada bukti-bukti manual," ujar Honda.
Namun, lanjut dia, pada kenyataan justru sebaliknya. "Ini karena dalam rekap di Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) itu tidak ada rekap manual. Semua disimpan di aplikasi yang hanya bisa diakses penyelenggara pemilu."
Lebih jauh dia menegaskan bahwa DPP PDI Perjuangan mengeluarkan instruksi untuk tidak menandatangani berita acara rekapitulasi di berbagai tingkatan. Ternyata, sergah Honda, tanpa ada instruksi, di lapangan banyak temuan dan fakta yang diketahui langsung para saksi.
"Ini merupakan hal yang wajar jika kami belum bersedia menandatangani berita acara," ketus dia.
Menurutnya, tidak tanda tangan bukan berarti menolak. Namun, PDIP belum bisa menerima karena ada hal-hal yang dicatat dan
dilaporkan ke level lebih tinggi untuk diselesaikan.
Honda menampik keengganan menandatangani berita acara tersebut karena jagoan PDI Perjuangan di Pilpres kalah suara. Soalnya, kata dia, kalah menang dalam pertandingan seperti pemilu sangat biasa.
"Seperti yang kami sampaikan bahwa kami juga membuat beberapa catatan yang nanti akan kami sampaikan ke DPC agar dibawa dalam pleno di tingkat kota, karena masalahnya enggak mungkin diselesaikan di PPK," imbuh dia.
Yang jelas, papar Honda, beberapa catatan mereka di antaranya mengenai pemilih DPTb yang mencurigakan di sejumlah TPS hingga data pengguna hak pilih dalam DPT yang rancu.
Dia mencermati jika masalah tersebut tidak kelar, dikhawatirkan suara yang dihitung tidak sesuai fakta. Jadi bukan soal hasil akhir.
"Ini lebih pada pemaknaan demokrasi yang oleh KPU sendiri menjadi jargon bahwa satu suara menentukan masa depan bangsa," tegas dia.
Terpisah Ketua Bawaslu Solo, Budi Wahyono, mengatakan Sirekap tetap sebagai alat bantu.
"Saksi peserta pemilu tetap bisa mengawal hasil rekap manual dari yang paling bawah per TPS, per kelurahan, per kecamatan,
kota, provinsi, sampai RI," kata dia.
Menurutnya, Sirekap bahkan punya ruang gugatan perselisihan hasil di MK ketika data tidak sesuai dengan yang dipegang oleh saksi peserta Pemilu.
"Perang data akhirnya menjadi langkah prosedural yang dilegalkan regulasi dalam pertempuran mengawal perolehan suara peserta pemilu di Mahkamah Konstitusi," sergah Budi.