Tim SAR mengevakuasi temuan dua jenazah korban KMP Tunu Pratama Jaya. Dokumentasi/ Basarnas Surabaya
Whisnu Mardiansyah • 21 December 2025 07:00
Surabaya: Tahun 2025 tercatat sebagai salah satu periode kelam bagi sejarah transportasi laut di Indonesia. Pada Rabu, 2 Juli 2025, kapal penyeberangan KMP Tunu Pratama Jaya mengalami kecelakaan fatal dan tenggelam di perairan Selat Bali.
Kapal yang berangkat dari Pelabuhan Ketapang, Banyuwangi, menuju Pelabuhan Gilimanuk, Bali itu, membawa serta 65 jiwa yang terdiri dari 53 penumpang dan 12 awak kapal, serta 22 kendaraan.
Peristiwa ini memicu operasi pencarian dan pertolongan (SAR) terbesar di perairan tersebut, meninggalkan duka mendalam bagi puluhan keluarga, serta catatan evaluasi serius terhadap sistem keselamatan pelayaran nasional.
Perjalanan KMP Tunu Pratama Jaya terlihat normal saat berangkat dari dermaga Ketapang sekitar pukul Rabu malam, 2 Juli 2025 22.56 WIB. Namun, situasi berubah drastis sekitar 25-30 menit kemudian. Kapal dilaporkan mengalami distress atau keadaan darurat di tengah Selat Bali.
Masalah teknis pada mesin dikabarkan terjadi, diikuti dengan masuknya air ke lambung kapal. Kapal dengan cepat kehilangan keseimbangan, miring, dan akhirnya tenggelam sekitar pukul 23.35 WIB hanya dalam hitungan menit setelah sinyal darurat dikirimkan. Kecepatan tenggelamnya kapal di tengah gelombang yang tidak bersahabat menimbulkan kepanikan massal.
Begitu laporan darurat diterima, Badan SAR Nasional (Basarnas) segera memimpin operasi gabungan yang melibatkan TNI AL, Polisi Perairan dan Udara (Polairud), serta relawan dan nelayan setempat. Personel dari Pos SAR Banyuwangi dan Jembrana dikerahkan dengan kapal cepat dan perahu karet untuk menyisir wilayah perairan yang dikenal memiliki arus kuat.
Deputi Bidang Operasi dan Kesiapsiagaan Basarnas, Laksamana Pertama TNI Ribut Eko Suyanto, memimpin langsung operasi yang kompleks ini. “Tim SAR gabungan akan memperluas pencarian korban hingga 10–30 mil dari titik kejadian. Temuan mayat seorang laki-laki menjadi evaluasi kami untuk memperluas jangkauan pencarian di permukaan,” ujar Ribut Eko Suyanto dalam konferensi pers di Pelabuhan Ketapang, Banyuwangi, Senin, 7 Juli 2025.
Basarnas juga menyiapkan rencana teknis untuk menandai dan mengangkat bangkai kapal yang ditemukan terbalik di dasar laut dengan kedalaman puluhan meter, sebagai bagian dari investigasi lanjutan.
Baca Juga :
Pada Kamis, 3 Juli 2025, data mulai menunjukkan gambaran yang jelas sekaligus mengharukan. Sebagian korban berhasil diselamatkan oleh ketangkasan dan pengetahuan lokal para nelayan di perairan Kabupaten Jembrana, Bali.
“Informasi yang saya terima, dari 17 penumpang yang ditemukan nelayan itu, empat orang meninggal dunia, satu orang kritis, dan sisanya selamat,” kata Kanzan, Kepala Dusun Pabuahan yang menerima penumpang selamat dari nelayan, Kamis, 3 Juli 2025.
Operasi pencarian korban tragedi KMP Tunu Pratama Jaya yang tenggelam di Selat Bali resmi ditutup pada Senin, 21 Juli 2025. Mengacu pada data manifes 65 orang terdiri dari 53 penumpang dan 12 kru, total korban yang diselamatkan sebanyak 30 orang dan meninggal dunia 19 orang, serta 4 korban belum teridentifikasi.
Namun, pencarian jenazah korban yang hilang berlangsung sangat lama. Tiga bulan pasca tragedi, pada Senin, 6 Oktober 2025, seorang nelayan masih menemukan jenazah salah satu penumpang, Mukhamad Syakur, di Pantai Penginuman, Jembrana. Penemuan ini menunjukkan betapa luasnya area sebaran korban akibat arus laut.

Kapal KMP Tunu Pratama Jaya, foto: Instagram @banyuwangi24jam
Setelah fase SAR intensif, fokus beralih ke penyelidikan akar penyebab kecelakaan. Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) melakukan investigasi mendalam terhadap berbagai aspek.
Ketua KNKT, Soejanto Tjahjono, menyatakan, “Fase yang pertama sudah kami lakukan dengan meminta keterangan sejumlah korban penumpang selamat dan juga ABK/kru kapal,” Selasa, 8 Juli 2025.
Investigasi mencakup analisis komunikasi kapal, kondisi teknis mesin dan lambung, prosedur muat kendaraan, faktor cuaca, serta aspek keselamatan lainnya. Tujuannya adalah merekomendasikan perbaikan sistemik agar tragedi serupa tidak terulang di masa depan.
Tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya menjadi pengingat pahit tentang kerentanan transportasi laut dan pentingnya standar keselamatan yang ketat. Dalam kaleidoskop nasional 2025, peristiwa ini bukan sekadar statistik, melainkan cerita tentang nyawa, harapan, dan tanggung jawab kolektif untuk menjamin keselamatan setiap penumpang yang menyeberangi lautan nusantara.