Taufik Basari: Putusan Pemilu Terpisah Ngeri

Praktisi hukum Taufik Basari/Metro TV/Fachri

Taufik Basari: Putusan Pemilu Terpisah Ngeri

Fachri Audhia Hafiez • 4 July 2025 15:19

Jakarta: Praktisi hukum Taufik Basari menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pemisahan pemilu, bisa membuat DPR dan pemerintah melanggar konstitusi. Karena, putusan tersebut mengharuskan pembuat undang-undang merumuskan aturan yang melanggar Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

"Seharusnya perintah konstitusi menyatakan harus pemilu tapi kita negara ini melalui pembuat undang-undang, pemerintah, presiden, dan DPR membuat suatu rumusan yang justru melanggar perintah dari konstitusi, berat, ngeri, itu," kata Taufik saat rapat dengar pendapat umum (RDPU) terkait putusan MK di Komisi III DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat, 4 Juli 2025.

Taufik menyinggung soal Pasal 22 E Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang telah menyebutkan bawah pemilu dilaksanakan dalam waktu lima tahun sekali. Aturan ini juga menjelaskan bahwa pemilu diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Presiden dan Wakil Presiden, serta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

Sementara, pada putusan MK nomor 135/PUU-XXII/2024 ini terdapat perubahan bahwa pemilu 2029 bisa terundur hingga 2031. Khususnya untuk DPRD dan pemilihan kepala daerah.
 

Baca: Soal Pemisahan Pemilu, Demokrat Pilih Tunggu Momentum Pertemuan Parpol

"Kenapa jadi melanggar? Karena berarti kalau dilaksanakan negara tidak melaksanakan perintah konstitusi yaitu untuk melaksanakan pemilu untuk memilih anggota DPRD," ujar Taufik.

Ketua Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR RI itu mengatakan situasi tersebut menjadi dilema. Karena putusan MK harus dilaksanakan tetapi mengancam pelanggaran konstitusi.

"Kalau kita lihat alur dari pasal-pasal di dalam konstitusi ini maka kita akan bisa melihat dilema yang muncul. Dilema yang pertama yang namanya putusan pasti ujungnya harus ada pelaksanaan kan gitu, prinsipnya gitu," ujar dia.

MK memutuskan mulai 2029, keserentakan penyelenggaraan pemilihan umum yang konstitusional adalah dengan memisahkan penyelenggaraan pemilihan umum anggota DPR, anggota DPD, dan presiden/wakil presiden (Pemilu nasional) dengan penyelenggaraan pemilihan umum anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota serta gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan wali kota/wakil wali kota (Pemilu daerah atau lokal). Hal itu termuat dalam putusan 135/PUU-XXII/2024.

Sehingga, pemilu serentak yang selama ini dikenal sebagai 'pemilu lima kotak' tidak lagi berlaku.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(M Sholahadhin Azhar)