Para pemohon bersama kuasanya dalam sidang Pengucapan Putusan Nomor 105/PUU-XXII/2024 yang dipimpin Ketua MK Suhartoyo, Selasa, 29 April 2025. Foto Humas/Bay
Jakarta: Pada Selasa, 29 April 2025, Mahkamah Konstitusi (MK) secara resmi menyatakan bahwa ketentuan Pasal 27A Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) hanya berlaku jika korban pencemaran nama baik adalah individu atau perseorangan, bukan lembaga pemerintah atau institusi.
"Dengan demikian, untuk menjamin kepastian hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 28D ayat (1) UUD NRI Tahun 1945, maka terhadap Pasal 27A UU 1/2024 harus dinyatakan inkonstitusional secara bersyarat sepanjang frasa 'orang lain' tidak dimaknai 'kecuali lembaga pemerintah, sekelompok orang dengan identitas spesifik atau tertentu, institusi, korporasi, profesi atau jabatan'," ujar Hakim Konstitusi Arief Hidayat dalam sidang putusan Nomor 105/PUU-XXII/2024 di Gedung MK, Jakarta, Selasa 29 April 2025.
Putusan ini praktis menghapus kemungkinan aparat hukum menggunakan UU ITE untuk menjerat pihak-pihak yang mengkritik pemerintah atau pejabat publik atas nama pencemaran nama baik.
Pasal 27A dan Perubahan yang Krusial
Pasal 27A dalam UU ITE 2024 menyebutkan:
"
Setiap Orang dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal, dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum dalam bentuk Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang dilakukan melalui Sistem Elektronik."
Namun, MK menegaskan bahwa yang dimaksud "orang lain" hanya merujuk pada individu. Dengan demikian, kritik terhadap lembaga seperti kementerian, kepolisian, atau kepala daerah tidak dapat dijerat dengan pasal ini.
Bukan Lagi Delik Umum
Selain itu, Mahkamah juga menyatakan bahwa Pasal 27A bersifat delik aduan. Artinya, hanya korban pribadi yang dapat mengadukan ke polisi. "Kendati badan hukum menjadi korban pencemaran maka ia tidak dapat menjadi pihak pengadu atau pelapor yang dilakukan melalui media elektronik," jelas Arief Hidayat.
Dengan demikian, praktik pelaporan atas nama institusi terhadap masyarakat yang menyampaikan kritik di media sosial menjadi tidak relevan dalam konteks UU ITE, dan hanya dapat dilakukan jika berkaitan dengan nama baik pribadi seseorang.
Bagaimana dengan Kritik di Media Sosial?
Mahkamah juga memberi tafsir atas frasa "menuduhkan suatu hal" dalam Pasal 27A. Frasa ini dinilai multitafsir dan berisiko digunakan secara sewenang-wenang. "Frasa 'suatu hal' harus dimaknai 'suatu perbuatan yang merendahkan kehormatan atau nama baik seseorang'," ujar Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih.
Ini berarti tidak semua pernyataan yang bernada kritik atau sindiran terhadap tokoh atau lembaga otomatis bisa dianggap pencemaran nama baik. Hanya jika tuduhan tersebut benar-benar merendahkan martabat seseorang sebagai individu dan memenuhi unsur pidana, barulah dapat diproses.
Pasal yang Dihapus dan Masa Berlaku UU ITE Lama
Sebelum perubahan ini, ketentuan serupa tertuang dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE yang berbunyi:
"
Setiap Orang dengan sengaja, dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik."
Pasal tersebut kini telah dihapus dalam UU Nomor 1 Tahun 2024 dan digantikan oleh Pasal 27A yang bersifat lebih spesifik. Perubahan ini juga menurunkan ancaman pidana dari maksimal 4 tahun menjadi 2 tahun penjara.
Namun perlu diingat, ketentuan pidana dalam UU ITE 2024 ini hanya berlaku hingga 1 Januari 2026, bertepatan dengan diberlakukannya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru. Setelah itu, pengaturan mengenai pencemaran nama baik akan merujuk pada KUHP 2023.