Kasus Barito Utara, Komisi II Bakal Evaluasi Penyelenggara Pilkada

DPR/Ilustrasi Metro TV/Fachri

Kasus Barito Utara, Komisi II Bakal Evaluasi Penyelenggara Pilkada

Fachri Audhia Hafiez • 16 May 2025 16:25

Jakarta: Komisi II DPR bakal memanggil Komisi Pemilihan Umum (KPU), serta Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Pemanggilan buntut kasus politik uang yang terjadi, saat pemungutan suara ulang (PSU) Pikada Barito Utara 2024.

"Ya ini pasti kita akan evaluasi segera nanti setelah kita mulai bersidang kembali," kata Wakil Ketua Komisi II DPR Dede Yusuf saat dihubungi dikutip Jumat, 16 Mei 2025.

Dede menyayangkan terjadinya PSU kembali di wilayah tersebut. Terlebih, pencoblosan ulang itu dilakukan karena kasus tak pantas dalam kontestasi.
 

Baca: Kasus Barito Utara, MK Dinilai Beri Pesan Zero Tolerance Terhadap Politik Uang

Dia menekankan bahwa PSU yang berulang menyedot anggaran pemerintah daerah. Bahkan, kondisi itu membuat partai-partai politik pengusung peserta bekerja keras lagi.

Partai akan disibukan mencari calon kepala daerah. Karena pasangan calon (paslon) yang berkontestasi di Pilkada Barito Utara didiskualifikasi berdasarkan putusan MK.

"Artinya apa? Artinya semua akan disibukkan, partai pengusung akan disibukkan untuk mencari calon dan akhirnya yang terjadi bisa-bisa calon yang dihasilkan ya bukan calon yang optimal dan ini nanti yang dirugikan rakyat. Karena kepala daerah yang muncul bukanlah kepala daerah yang memang punya potensi kuat," kata dia.

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) mendiskualifikasi semua pasangan calon (paslon) di Pilkada Barito Utara karena terbukti melakukan politik uang. MK memerintahkan agar dilaksanakan pemilihan suara ulang (PSU) dengan paslon yang baru.

Dua pasangan calon yang berlaga di Pilkada Barito Utara, yakni paslon nomor urut 1 H Gogo Purman Jaya-Hendro Nakalelo dan paslon nomor urut 2 Akhmad Gunadi Nadalsyah-Sastra Jaya harus dibatalkan setelah keduanya terbukti politik uang.

MK menemukan fakta adanya pembelian suara pemilih untuk memenangkan para paslon dengan nilai mencapai Rp6,5 juta hingga Rp16 juta untuk satu pemilih. Bahkan salah satu saksi mengaku telah menerima uang Rp64 juta untuk satu keluarga.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(M Sholahadhin Azhar)