Editorial Media Indonesia: Darurat Penipuan Daring

Darurat Penipuan Daring. Foto: Media Indonesia (MI)/Duta.

Editorial Media Indonesia: Darurat Penipuan Daring

Media Indonesia • 3 November 2025 06:21

Jika Anda merasa sering mendapatkan pesan maupun telepon yang mengarah pada penipuan, bahkan pernah tertipu, itu bukan perasaan yang berlebihan. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan jumlah kasus penipuan daring di Indonesia memang sudah overdosis.

Dalam setahun terakhir, laporan dugaan penipuan daring yang masuk sebanyak 311.597 atau rata-rata 874 laporan per hari. Nilai kerugian masyarakat mencapai Rp7,3 triliun. Itu baru yang berdasarkan laporan resmi. OJK mengakui sangat besar kemungkinan banyak kasus yang tidak dilaporkan oleh pihak korban.

Bila dilihat dari data laporan resmi saja, tingkat kasus penipuan digital di Tanah Air sudah bisa dikatakan masuk kondisi darurat. Sebagai perbandingan, menurut OJK, di negara lain, rata-rata seratusan laporan yang masuk per hari sudah dianggap tinggi.
 


Global Anti-Scam Alliance mencatat kerugian masyarakat Indonesia akibat penipuan daring bahkan mencapai Rp49 triliun dalam 12 bulan terakhir. Laporan State of Scams in Indonesia 2025 menemukan 2 dari 3 orang dewasa mengalami penipuan dalam setahun terakhir. Termasuk di dalamnya penipuan ketenagakerjaan.

Sementara itu, ada bentuk lain kejahatan daring yang juga masih masif menjerat masyarakat, yakni judi daring alias judol. Kasus-kasus kejahatan tersebut memiliki keterkaitan membentuk jalinan benang kusut.

Perdagangan orang ke Kamboja selama beberapa tahun terakhir marak lewat penipuan perekrutan tenaga kerja. Mereka ditempatkan di semacam kamp untuk menjalankan operasional praktik penipuan daring hingga judol. Kebanyakan tenaga kerja tersebut diperlakukan tidak manusiawi bahkan sampai meregang nyawa.

Ada sejumlah penyebab praktik penipuan daring dan judol bak menemukan lahan subur di Indonesia. Pertama, rendahnya tingkat literasi keuangan masyarakat sehingga mudah ditipu. Masyarakat juga cenderung mudah percaya kepada pihak yang mengaku otoritas atau pengampu jasa. Tidak sedikit pula yang gampang tergiur iming-iming hadiah, imbal hasil besar, atau gaji tinggi.
 
Kedua, lemahnya perlindungan data pribadi. Data nasabah, pembeli, penjual, begitu mudah bocor dan diperjualbelikan.

Ketiga, lemahnya penindakan oleh hukum. Bertahun-tahun, dari sekian banyak kasus kebocoran data, belum ada satu pun pelaku yang diadili. Tindak lanjut pelaporan kasus yang tidak jelas juga membuat masyarakat enggan melapor dugaan penipuan daring.

Korban melaporkan kepada pihak berwenang tentu berharap pelaku ditangkap dan diadili. Bahkan, semestinya ketika pelaku sudah diadili, korban mendapatkan pengembalian kerugian paling tidak sebagian. Bukankah aparat hukum menyita uang hasil kejahatan sebagai barang bukti?

Jangankan uang kembali, kasus yang dilaporkan saja belum tentu ditangani. Perlindungan dan tanggung jawab pemerintah serta jajaran aparat hukum masih jauh dari ideal. Yang dilakukan paling banter hanya memblokir, baik situs daring maupun rekening. Lalu, menyebar imbauan.


Ilustrasi online scam. Foto: Dok. Metrotvnews.com.

Pemblokiran juga cari jalan paling mudah, pukul rata semua rekening yang dianggap menganggur dengan alasan untuk mencegah disalahgunakan bandar judol. Tidak peduli puluhan juta nasabah kelimpungan karena tidak bisa menggunakan dana milik sendiri.

Kalaupun ada penangkapan pelaku, yang dijerat hanya para kroco, bukan dalangnya. Maka, tidak mengherankan bila penipuan daring, tindak pidana perdagangan orang, dan judol hingga kini masih leluasa merongrong kehidupan masyarakat Indonesia.

Kondisi darurat penipuan daring hendaknya menjadi peringatan keras bagi pemerintah dan aparat hukum untuk membuat terobosan perlindungan masyarakat serta penegakan hukum. Jangan biarkan negara tidak berdaya menghadapi para penipu dan pencoleng.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Fachri Audhia Hafiez)