Pemilu 2024 Dinilai yang Terburuk Sejak Reformasi

Konferensi pers Jaga Pemilu. Istimewa.

Pemilu 2024 Dinilai yang Terburuk Sejak Reformasi

Siti Yona Hukmana • 24 February 2024 17:44

Jakarta: Organisasi Jaga Pemilu menilai Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 sangat bermasalah sejak sebelum hari pemungutan suara. Mulai dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK), masa kampanye, pendaftaran, hingga netralitas aparat menjadi persoalan. 

"Ini yang membuat Pemilu 2024 menjadi yang terburuk sejak reformasi," kata Divisi Advokasi dan Hukum Jaga Pemilu Rusdi Marpaung di Jakarta, Sabtu, 24 Februari 2024.

Jaga Pemilu menemukan delapan bentuk pelanggaran dalam Pemilu 2024. Sebanyak tiga jenis di antaranya masuk kategori pelanggaran terbesar. Ketiganya yaitu penggelembungan suara salah satu paslon (25 persen), tidak boleh mencoblos (11 persen) dan salah input data di platform rekapitulasi Sirekap milik Komisi Pemilihan Umum (11 persen). 

Selain itu, lima pelanggaran lainnya yang cukup signifikan adalah politik uang (9 persen), pencoblosan ilegal (7 persen), bermasalahnya daftar pemilih tetap (6 persen) dan upaya membatasi pengawas pemilu bekerja (6 persen), serta pelaksanaan pencoblosan yang bermasalah (5 persen).

"Tak heran jika pada hari pencoblosan banyak lagi masalahnya. Ini menunjukkan bahwa para penyelenggara dan pengawas Pemilu kehilangan fokus," ungkapnya.
 

Baca juga: 12 TPS di Jambi Gelar Pemungutan Suara Ulang

Rusdi menyebut data sejumlah pelanggaran itu diperoleh dari 11 ribu penjaga dan relawan pemilu yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Penjaga dan relawan pemilu itu yang memasok data rekapitulasi suara, data dugaan pelanggaran dari seribu Tempat Pemungutan Suara (TPS), dan berupaya mengawalnya sampai kecamatan.

Rusdi menyebut dugaan pelanggaran yang ditemukan akan dilaporkan ke Bawaslu dengan melengkapi informasi dasar yang diminta. Dia mencatat hingga saat ini Jaga Pemilu sudah melaporkan 207 dugaan pelanggaran.

"Dari jumlah itu, satu sudah ditindaklanjuti di mana KPU Makassar berkomunikasi dengan kami perihal dugaan itu," ungkapnya.

Perwakilan Migrant Care Trisna Dwi Yuni Aresta mengatakan pihaknya juga telah melayangkan empat laporan dugaan pelanggaran pemilu ke Bawaslu. Namun, keempatnya berujung pada penolakan via surat yang dengan alasan tidak memenuhi syarat materiil. 

"Keempat laporan itu adalah dugaan pelanggaran terkait data pemilih ganda di New York dan Johor Bahru, insiden hadirnya calon legislatif Uya Kuya yang datang ke WTC Kuala Lumpur pada hari pencoblosan, di mana Ketua Bawaslu Rachmat Bagja dan komisioner lainnya hadir di lokasi dan adanya spanduk calon legislatif Tengku Adnan yang menempel di Kotak Suara Keliling di Malaysia," terang dia.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Arga Sumantri)