Gedung Merah Putih KPK. Foto: Medcom.id/Candra Yuri Nuralam
Candra Yuri Nuralam • 26 September 2023 11:58
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus menggali aset milik Sekretaris nonaktif Mahkamah Agung (MA) Hasbi Hasan yang diyakini berkaitan dengan dugaan suap penanganan perkara. Informasi itu diulik dengan memeriksa dua saksi.
"Kedua saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan dugaan kepemilikan berbagai aset bernilai ekonomis dari tersangka HH (Hasbi Hasan)," kata juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Selasa, 26 September 2023.
Dua saksi itu yakni wiraswasta Rinaldo Septariando B, dan Notaris Dewantari Handayani. Kepala Bagian Pemberitaan KPK itu enggan memerinci aset milik Hasbi yang didalami penyidik.
Informasi serupa sejatinya hendak didalami dengan memanggil istri Hasbi, Ida Nursida, dan wiraswasta Evy Nuviati. Namun, keduanya mangkir.
"Kedua saksi tidak hadir dan tim penyidik menjadwal ulang untuk pemanggilan berikutnya," ucap Ali.
Kasus ini bermula ketika Debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana Heryanto Tanaka beberapa kali menghubungi mantan Komisaris Independen Wika Beton Dadan Tri Yudianto untuk mengurus kasasi dengan terdakwa Budiman Gandi Suparman di MA. Advokat Theodorus Yosep Parera menjadi kuasa hukumnya saat itu.
Permintaan Heryanto, yakni Budiman, divonis bersalah dalam kasasi tersebut. Dadan akhirnya mau membantunya dengan syarat adanya imbalan.
Dalam dugaan kasus suap ini, Heryanto dan Dadan juga pernah membahas pengurusan kasus di Kantor Yosep, yakni Rumah Pancasila di Semarang pada Maret 2022. Di sana, Dadan menelepon Sekretaris MA Hasbi Hasan untuk meminta bantuan.
Setelahnya, Heryanto menyerahkan uang Rp11,2 miliar ke Dadan. Duit itu dikirimkan dengan cara transfer sebanyak tujuh kali.
Uang itu membuat Heryanto menang kasasi. Budiman dinyatakan bersalah oleh majelis kasasi dan mendapatkan hukuman penjara lima tahun.
Dadan dan Hasbi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b dan atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.