OJK dan OECD Kembangkan Transformasi Keuangan Digital Bertanggung Jawab, Adaptif, dan Inklusif

OJK berkolaborasi dengan OECD, didukung oleh FSC Korea menyelenggarakan OECD Asia Roundtable on Digital Finance 2025, pada 1-2 Desember 2025 (Foto:Dok.OJK)

OJK dan OECD Kembangkan Transformasi Keuangan Digital Bertanggung Jawab, Adaptif, dan Inklusif

Rosa Anggreati • 4 December 2025 18:44

Denpasar: Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Indonesia menegaskan komitmen dalam memperkuat tata kelola dan inovasi keuangan digital yang bertanggung jawab melalui pengembangan kerangka tokenisasi aset yang adaptif dan inklusif.

Hal itu disampaikan Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Mirza Adityaswara dalam sambutannya pada hari pertama pelaksanaan OECD Asia Roundtable on Digital Finance 2025, Senin, 1 Desember 2025. Acara ini diselenggarakan oleh OJK berkolaborasi dengan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), didukung oleh Financial Services Commission (FSC) Korea.

“Kegiatan ini menjadi bagian dari kerja sama strategis antara OJK dan OECD yang telah terjalin erat selama beberapa tahun terakhir melalui dialog kebijakan, kajian, hingga program pengembangan kapasitas seperti secondment pegawai OJK ke OECD dalam topik keuangan berkelanjutan. Kolaborasi ini kini diperluas untuk mencakup sektor keuangan digital, termasuk kecerdasan artifisial dan aset digital,” kata Mirza.

Selain itu, penyelenggaraan bersama forum ini juga merupakan implementasi dari kerja sama dengan FSC Korea yang telah diformalisasi melalui MoU sejak 2016.
 

Hari Pertama: Fondasi Tata Kelola AI


Terkait perkembangan AI di sektor teknologi keuangan, OJK pada 2023 telah mulai membangun fondasi tata kelola AI dengan menerbitkan Code of Ethics Guidelines on Responsible and Trustworthy AI untuk sektor fintech, yang berfungsi sebagai pedoman etis agar penggunaan AI tetap bermanfaat, adil, dan akuntabel. 

Di sektor perbankan, OJK telah menerbitkan Indonesian Banking Artificial Intelligence Governance pada April 2025, yang memperkuat tata kelola dan manajemen risiko model AI pada bank. OJK saat ini juga tengah mengembangkan program tokenisasi yang menjadi tema utama dalam perkembangan aset digital. 

“OJK telah mengeksplorasi tokenisasi melalui regulatory sandbox, dengan fokus pada tiga model: tokenisasi emas, obligasi, dan properti. Kami mendorong inovasi ini secara hati-hati, memastikan keseimbangan antara pengembangan teknologi, perlindungan konsumen, dan stabilitas keuangan,” kata Mahendra. 

Sementara itu Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan Pemerintah saat ini tengah menyusun berbagai kebijakan untuk membangun fondasi yang kuat untuk pemanfaatan AI dalam konteks pemanfaatan, serta kompetensi SDM.

“Sektor jasa keuangan perlu memperluas inovasi AI untuk memperlebar akses terhadap perbankan digital, pembiayaan mikro dan decision tools bagi UMKM. Berbagai inovasi yang lebih adaptif dengan standar operasional digital menunjukkan bahwa teknologi menghadirkan solusi yang lebih efisien,” kata Airlangga.

Menurutnya, upaya OECD dalam bidang keuangan digital dan kecerdasan buatan juga sangat membantu Indonesia dalam memperbarui kerangka regulasi dan mempercepat transformasi digital. Hal ini juga menjadi bagian dari komitmen agar regulasi nasional selaras dengan standar OECD. 
 
Sementara itu, Direktur Financial and Enterprise Affairs OECD Carmine Di Noia dalam sambutannya menyampaikan apresiasi atas kemitraan dengan OJK dan menyoroti peran penting Asia sebagai pusat inovasi keuangan digital. 

Ia menegaskan komitmen OECD untuk mendukung pengembangan kerangka kerja yang harmonis secara global. Dalam konteks ini, OECD menggandeng OJK sebagai mitra utama dalam penyelenggaraan OECD Asia Roundtable on Digital Finance 2025, sekaligus menegaskan eratnya kerja sama antara kedua institusi.

"Asia berada di garis depan transformasi keuangan digital, didorong oleh ekosistem fintech yang dinamis dan adopsi teknologi yang cepat. Kolaborasi seperti yang kita saksikan hari ini sangat penting untuk memastikan bahwa inovasi dapat berkembang secara bertanggung jawab, menciptakan pasar yang lebih efisien dan inklusif, serta memperkuat kepercayaan publik," kata Carmine Di Noia. 

Pada kesempatan ini juga dilakukan peluncuran The OECD Report On Artificial Intelligence in Asia’s Financial Sector dan Panduan Kode Etik Kecerdasan Artifisial (Artificial Intelligence/AI) yang Bertanggung Jawab dan Terpercaya di Teknologi Finansial di bawah pengawasan IAKD. 

Peluncuran ini menjadi bagian dari komitmen OJK agar regulasi nasional selaras dengan praktik terbaik internasional. Indonesia berkomitmen memperkuat transformasi digital, memperkuat fundamental ekonomi, dan memperdalam kerja sama internasional melalui strategi yang efektif dan peningkatan kapasitas teknologi.

Kegiatan dengan OECD ini juga merupakan bagian dari proses aksesi Indonesia menjadi anggota penuh OECD. Posisi strategis Indonesia sebagai negara G20 dan pengawas sektor jasa keuangan terintegrasi menjadikan keterlibatan OJK di forum OECD semakin penting. 


(Foto:Dok.OJK)

Kolaborasi tersebut sebelumnya telah diformalisasi melalui Memorandum of Understanding (MoU) antara OJK dan OECD yang terakhir diperbarui pada tahun 2021, dan mencakup berbagai sektor jasa keuangan, termasuk pengembangan regulasi, perlindungan konsumen, serta penguatan integritas dan stabilitas sistem keuangan.

“OECD Asia Roundtable on Digital Finance 2025 menjadi momentum penting untuk menyelaraskan langkah kita di seluruh negara Asia dan negara anggota OECD. Melalui forum ini, kita dapat berbagi pengalaman, mengembangkan praktik terbaik, dan membangun kerangka kebijakan yang memungkinkan inovasi keuangan digital menjadi pengubah permainan untuk pertumbuhan dan inklusi keuangan, sambil mengelola risiko secara kolektif,” kata Mahendra Siregar. 

Pada sesi siang hari, Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto OJK, Hasan Fawzi, memberikan sambutan yang mengawali diskusi mengenai aset digital. Hasan Fawzi memaparkan perkembangan pesat pasar aset digital di Indonesia serta pendekatan OJK dalam menyeimbangkan inovasi dan manajemen risiko.

"Seiring kita beralih ke sesi sore ini, fokus kita bergeser ke kekuatan transformatif lainnya dalam keuangan digital yaitu aset digital. Sementara AI membentuk kembali intelligence dan proses di balik layanan keuangan. Aset digital secara fundamental mendefinisikan kembali sifat aset itu sendiri dan infrastruktur untuk pertukarannya," jelas Hasan Fawzi.

Kegiatan hari pertama ditutup dengan diskusi panel yang mendalam mengenai berbagai topik, termasuk pendekatan kebijakan terhadap AI di sektor keuangan dan keseimbangan antara inovasi dan regulasi dalam aset digital. Acara akan dilanjutkan pada hari kedua dengan agenda pembahasan mengenai tokenisasi aset dan implikasinya bagi pengembangan pasar.
 

Hari Kedua: Tokenisasi dan Masa Depan Infrastruktur Keuangan Digital


Topik diskusi hari kedua mencakup lanskap baru keuangan digital Asia khususnya pada pemanfaatan Distributed Ledger Technology (DLT), tokenisasi, dan mata uang digital bank sentral (CBDC).

“Perkembangan teknologi, termasuk AI dan tokenisasi, bukan lagi wacana masa depan, melainkan realitas saat ini yang membentuk kembali arsitektur pasar keuangan global,” kata Mirza.

Menurut data terbaru dari berbagai sumber internasional, pasar tokenisasi global diperkirakan akan tumbuh signifikan dari USD0,6 triliun menjadi USD18,9 triliun pada tahun 2033, dengan kawasan Asia Pasifik menjadi pusat pertumbuhan dengan laju tahunan lebih dari 21 persen.
 
Di tengah perkembangan ini, Asia juga tercatat sebagai wilayah dengan adopsi tertinggi terhadap layanan keuangan digital, termasuk aset kripto, stablecoin, dan decentralized finance (DeFi).

Di Indonesia, OJK telah mengambil langkah konkret melalui pelaksanaan regulatory sandbox terhadap model bisnis tokenisasi, dengan fokus pada tokenisasi aset nyata seperti emas, properti, dan surat berharga negara. Beberapa model bisnis telah dinyatakan lulus sandbox pada tahun ini dan menunjukkan antusiasme pasar terhadap kepemilikan fraksional dan ambang investasi yang lebih rendah.

Kepala Eksekutif Pengawasan Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital dan Aset Kripto (IAKD) Hasan Fawzi menyampaikan bahwa forum hari ini menjadi kesempatan berharga untuk saling bertukar gagasan, berbagi praktik terbaik, dan memperkuat sinergi dalam pengembangan tokenisasi, baik di tingkat regional maupun global.

Melalui kerja sama yang berkelanjutan, OJK optimis bahwa inovasi keuangan digital dapat terus tumbuh secara inklusif, bertanggung jawab, dan tangguh dalam menghadapi tantangan masa depan.

"Kita perlu terus mendorong inovasi yang bertanggung jawab yang mampu menyeimbangkan pertumbuhan dengan pelindungan konsumen, integritas pasar dan stabilitas sistem keuangan,” kata Hasan.

Sebagai penutup rangkaian kegiatan OECD Asia Roundtable on Digital Finance 2025, OJK menekankan pentingnya kolaborasi antara regulator, pelaku industri, dan organisasi internasional dalam membangun masa depan keuangan digital yang tangguh. Forum ini menjadi momentum berharga untuk saling bertukar gagasan, berbagi praktik terbaik, dan memperkuat sinergi regional dalam pengembangan tokenisasi dan inovasi keuangan digital.

Kegiatan ini dihadiri lebih dari 40 perwakilan dari regulator di luar Indonesia, pelaku industri global dan pakar di bidang keuangan digital yang berasal dari berbagai negara.

Seluruh rangkaian acara secara resmi ditutup oleh Head of Financial Markets OECD Fatos Koc bersama dengan Kepala Eksekutif Pengawasan IAKD OJK Hasan Fawzi.

Melalui kerja sama yang berkelanjutan, OJK optimistis bahwa inovasi digital dapat tumbuh secara inklusif, bertanggung jawab, dan adaptif terhadap tantangan global.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
(Rosa Anggreati)