Tahun Ini, 146 PLTU Berkapasitas 25 MW Ikut Perdagangan Karbon

Ilustrasi PLTU. Foto: Istimewa.

Tahun Ini, 146 PLTU Berkapasitas 25 MW Ikut Perdagangan Karbon

Insi Nantika Jelita • 23 July 2024 13:51

Jakarta: Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana menyampaikan sebanyak 146 unit pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) ikut dalam perdagangan karbon di tahun ini.
 
Jumlah tersebut meningkat dibandingkan capaian di tahun lalu yang berjumlah 99 unit pembangkit batu bara. Peserta perdagangan karbon terbagi atas PLN Group dan dari swasta atau Independent Power Producer (IPP).
 
"Untuk tahun ini jumlah peserta menjadi 146 unit dengan kapasitas lebih besar atau sama dengan 25 megawatt (MW)," kata Dadan dalam webinar Perdagangan dan Bursa Karbon Indonesia, Selasa, 23 Juli 2024.
 
Untuk mengatur perdagangan karbon di subsektor pembangkit tenaga listrik telah diterbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 16 tahun 2022 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon Subsektor Pembangkit Tenaga Listrik.
 
Adapun perdagangan karbon di subsektor pembangkit tenaga listrik diselenggarakan dalam tiga fase. Fase pertama telah digelar sejak tahun lalu dan tahun ini. Fase kedua akan dilakukan pada 2025-2027 dan fase ketiga pada 2028-2030.
 
Dadan menyampaikan berdasarkan catatan Kementerian ESDM, total hasil transaksi perdagangan karbon di 2023 sebesar 7,1 juta ton ekuivalen karbon dioksida (CO2e) atau senilai Rp84,17 miliar. Sebanyak 7,04 juta ton CO2e di antaranya berasal dari transaksi perdagangan emisi melalui mekanisme langsung.
 
"Dalam rangka mendukung pelaksanaan perdagangan karbon melalui bursa karbon, kami juga telah memiliki kerjasama dengan bursa karbon untuk mendukung pelaksanaan ini," ucap dia.
 

Baca juga: Transaksi Bursa Karbon Tembus Rp36,7 Miliar
 

Diterapkan bertahap ke semua pembangkit listrik

 
Dadan menjelaskan perdagangan karbon akan diterapkan secara bertahap ke seluruh pembangkit tenaga listrik dengan bahan bakar fosil bagi yang terhubung kepada jaringan PLN maupun untuk penggunaan sendiri, seperti pembangkit di wilayah usaha non PLN.
 
Berdasarkan peta jalan perdagangan karbon subsektor pembangkit listrik yang telah disusun Kementerian ESDM, adanya perdagangan karbon ini berpotensi menurunkan emisi gas rumah kaca lebih dari 100 juta ton ekuivalen di 2030.
 
Penerapan perdagangan karbon di subsektor pembangkit listrik selain bertujuan mengurangi dampak negatif bagi lingkungan, juga dapat mendorong langkah-langkah efisiensi energi melalui peran pelaku usaha dalam mitigasi perubahan iklim dan juga mendorong transisi energi nasional.
 
"Dengan potensi penggunaan emisi yang demikian besar dan sisi yang lain ada potensi untuk pengembangan energi bersih, bisa kita jajaki. Sehingga, terjadi win-win solution dari sisi penyediaan emisi dan juga dari sisi penurunan emisi secara nasional," tutup Dadan.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Husen Miftahudin)