Ilustrasi aset kripto. Foto: dok Indodax Academy.
Jakarta: Menjelang masuknya Juni 2025, Bitcoin (BTC) berada dalam fase kritis setelah mencetak rekor harga tertinggi sepanjang masa di kisaran USD112 ribu atau sekitar Rp1,82 miliar. Meski mencatatkan reli impresif, harga BTC belakangan ini mengalami tekanan dengan koreksi sekitar dua persen dalam 24 jam terakhir diperdagangkan di kisaran USD107 ribu hingga USD108 ribu (sekitar Rp1,74 miliar-Rp1,75 miliar).
Kombinasi antara sentimen politik, dinamika ekonomi makro, analisis teknikal, dan data derivatif menunjukkan pasar bersiap menghadapi periode volatilitas tinggi dalam beberapa pekan mendatang.
Menurut Analis Tokocrypto Fyqieh Fachrur, tekanan harga ini dipicu oleh kombinasi aksi ambil untung, peningkatan distribusi dari penambang, resistensi teknis yang kuat, dan sentimen kehati-hatian makro. Namun, kekuatan permintaan institusional dan data derivatif tetap menjadi bantalan optimisme pasar.
"Setelah menyentuh USD112 ribu minggu lalu, bitcoin menguji ulang level resistensi teknikal di sekitar USD109 ribu pada 28 Mei. Hal ini memicu gelombang aksi ambil untung oleh para trader, yang menyebabkan tekanan jual jangka pendek. RSI 14-hari saat ini berada di level 65,44, menunjukkan momentum netral dan membuka ruang konsolidasi lebih lanjut," jelas Fyqieh dikutip dari siaran pers, Kamis, 29 Mei 2025.
"Koreksi ringan ini wajar setelah reli menuju ATH baru. Yang menarik adalah meski tekanan jual meningkat, permintaan institusional tetap kuat, terlihat dari pergerakan besar menuju banyak institusi yang tetap beli bitcoin, seperti GameStop," papar dia menambahkan.
Risiko volatilitas jangka pendek
Data
on-chain menunjukkan jumlah dompet 'whale' atau investor besar (1.000-10.000 BTC) sempat mencapai puncaknya di 2.021 pada 25 Mei, tetapi menurun drastis ke 2.003 hanya dua hari setelahnya. Penurunan ini menunjukkan aksi ambil untung setelah lonjakan harga, sekaligus memperbesar risiko volatilitas jangka pendek.
"Saat ini bitcoin berada dalam zona kritis konsolidasi. Risiko teknikal seperti death cross masih membayangi, tapi selama support kuat tidak ditembus, peluang untuk reli lanjutan tetap ada, terutama jika didukung oleh data ekonomi atau sentimen pasar yang positif," ungkap Fyqieh.
"Selama BTC mampu bertahan di atas USD107 ribu, peluang untuk menguji ulang USD109 ribu tetap terbuka. Jika tekanan jual berlanjut dan support utama di USD104.670 ditembus, koreksi lebih dalam bisa terjadi. Tapi secara struktur, tren jangka menengah masih positif. potensi pengujian ulang ke area USD110.700-USD112.000 tetap terbuka," bebernya menambahkan.
(Ilustrasi pergerakan harga aset kripto. Foto: dok KBI)
Pasar hadapi ujian besar
Saat ini, investor kripto cenderung mengurangi eksposur risiko, tercermin dari penurunan total kapitalisasi pasar dan fluktuasi pada tingkat pendanaan. Pasar memperkirakan laju pertumbuhan ekonomi yang melambat disertai inflasi yang masih bertahan, sebuah kondisi yang membuat aset kripto semakin rentan terhadap ketidakpastian kebijakan suku bunga.
Pertemuan FOMC (Federal Open Market Committee) yang dijadwalkan pada 17-18 Juni menjadi fokus utama pelaku pasar. Hingga saat itu, pasar kemungkinan tetap bergejolak seiring investor menimbang risiko stagflasi dan potensi perubahan
suku bunga. Dalam kondisi seperti ini, investor institusi sering memanfaatkan volatilitas untuk redistribusi aset melalui strategi manajemen ekspektasi.
"Bulan Juni biasanya menjadi titik rawan, di mana tekanan dari ketidakpastian makro dan aksi arbitrase waktu oleh institusi bisa memicu koreksi tajam. Investor perlu memperkuat manajemen risiko dan disiplin dalam pengambilan posisi," kata Fyqieh mengingatkan.