Ilustrasi pemilihan umum. Medcom.id
Devi Harahap • 13 May 2025 14:58
Jakarta: Komisi II DPR akan mengkaji usulan dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terkait pemisahan desain waktu penyelenggaraan pemilihan legislatif (pileg), pemilihan presiden (pilpres), dan pemilihan kepala daerah (pilkada) pada tahun berbeda. Wakil Ketua Komisi II, Dede Yusuf mengatakan pemberian jeda waktu ini merupakan masukan penting yang harus dipertimbangkan.
“Kalau soal jeda, kita setuju perlu ada waktu yang cukup antara jeda pemilu dan pilkada. Hal itu dikarenakan partai juga harus memiliki kesempatan untuk dipertimbangkan agar dapat mempersiapkan kader-kadernya,” kata Dede kepada Media Indonesia, Selasa, 13 Mei 2025.
Menurut dia, DPR bersama pemerintah sebagai pembentuk undang-undang (UU) akan membawa masukan tersebut dalam proses penyusunan revisi Undang-Undang Pemilu dan UU Pilkada.
“Permasalahannya adalah waktu jeda itu berapa lama karena ini menyangkut dengan jabatan PJ (kepala daerah) yang akan diperpanjang,” kata Dede.
Anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat itu menilai penentuan durasi jeda tersebut harus dipikirkan secara matang dan terukur berbasis data empirik,
“Jadi itulah yang nanti harus dihitung apakah delapan bulan, apakah satu tahun, 1,5 tahun atau dua tahun,” ujar dia.
Menurut Dede, durasi jeda waktu antar pemilu dan pilkada harus dipikirkan secara matang, karena akan sangat bergantung pada bagaimana pemerintah mempersiapkan PJ selama masa penantian kepala daerah tersebut. Dihitungnya harus pada Pemilu 2029 dan 2030.
Dia juga menyinggung dampak pemilu dan pilkada yang berdekatan menyebabkan adanya risiko verifikasi administrasi pencalonan yang berujung pada kesalahan dan potensi pelanggaran.
“Banyaknya kasus pemungutan suara ulang (PSU) Pilkada terjadi antara lain karena proses administrasi yang tidak sempurna akibat waktu yang terbatas. Penyelenggaraan PSU membuat beban penyelenggara bertambah," ujar dia.
Di samping itu, PSU membuat tingginya alokasi anggaran negara untuk membiayai kegiatan kepemudaan. Hal itu juga dapat mengganggu tingkat pengawasan.
“Memang dari evaluasi kita terlalu terburu-buru, ini menyebabkan banyaknya kondisi akhirnya di PSU karena perang matangnya dalam soal verifikasi atau fungsi pengawasan,” tutur dia.
Baca Juga:
Bawaslu Tawarkan Tiga Varian Keserentakan Pemilu 2029 |