Gedung KPK. Foto: Metrotvnews.com/Fachri Audhia Hafiez.
Candra Yuri Nuralam • 18 June 2025 14:04
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami kasus dugaan rasuah terkait pengadaan iklan di PT Bank BJB. Aset yang berkaitan dengan kasus itu dibidik untuk disita.
“Setiap informasi terkait dengan aset-aset yang terkait, ataupun hasil dari dugaan, atau tidak pidana korupsi, tentu, akan dilakukan penyitaan oleh penyidik,” kata juru bicara KPK Budi Prasetyo di Jakarta, Rabu, 18 Juni 2025.
Budi enggan memerinci aset yang dibidik penyidik dalam kasus ini. Sebagian barang yang udah disita yakni motor dan mobil milik eks Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.
Penyitaan aset bakal dipakai untuk kebutuhan pembuktian perkara. Selain itu, barang yang diambil juga bisa untuk pengembalian kerugian negara atas kasus korupsi yang terjadi.
“Nanti akan kami update jika ada aset-aset yang kemudian dilakukan penyitaan dalam perkara tersebut,” ujar Budi.
KPK menetapkan lima tersangka dalam kasus ini, yakni, Eks Dirut BJB Yuddy Renaldi, Divisi Corsec BJB Widi Hartono, Pengendali Agensi Antedja Muliatana dan Cakrawala Kreasi Mandiri Ikin Asikin Dulmanan, Pengendali Agensi BSC Advertising dan WSBE Suhendrik, dan Pengendali Agensi CKMB dan CKSB Sophan Jaya Kusuma.
KPK sudah menggeledah sejumlah lokasi terkait kasus ini. Salah satunya yakni rumah mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.
KPK menyita sejumlah dokumen terkait kasus ini dari rumah Ridwan Kamil. Selain itu, penyidik juga menggeledah Kantor BJB di Bandung.
Kasus ini membuat negara merugi Rp222 miliar. Tindakan rasuah ini berlangsung pada 2021 sampai 2023. BJB sejatinya menyiapkan dana Rp409 miliar untuk penayangan iklan di media TV, cetak, dan online.
Ada enam perusahaan yang diguyur uang dari pengadaan iklan ini. Rinciannya yakni, PT CKMB sebesar Rp41 miliar, PT CKSB Rp105 miliar, PT AM Rp99 miliar, PT CKM Rp81 miliar, PT BSCA Rp33 miliar, dan PT WSBE Rp49 miliar.
KPK menyebut penunjukan agensi tidak dilakukan berdasarkan ketentuan pengadaan barang dan jasa yang berlaku. Lembaga Antirasuah mengendus adanya selisih pembayaran yang membuat negara merugi lebih dari dua ratus miliar rupiah.