Ketua KPU Mochammad Afifuddin. Foto: MI/Tri Subarkah.
Tri Subarkah • 28 June 2025 14:08
Jakarta: Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Mochammad Afifuddin mengapresiasi Mahkamah Konstitusi (MK) yang memutuskan untuk memisahkan antara pemilu tingkat nasional dan lokal mulai 2029. Skema baru itu dinilai sebagai jawaban persoalan banyaknya penyelenggara pemilu yang kelelahan.
Saat pemilu dengan model lima surat suara pada 2019, Afifuddin mengakui banyak petugas ad hoc di lapangan yang meninggal dunia. Berdasarkan data yang dihimpun, totalnya mencapai 894 orang.
"Tahun 2019 banyak penyelenggara yang kelelahan karena waktu itu pertama kali kita mengimplementasikan pemilu 5 kotak, kemudian jumlah pemilih yang masih banyak dalam 1 TPS, sehingga kelelahan begitu luar biasa banyak jajaran KPU yang kemudian meninggal," kata Afif dikutip dari Media Indonesia, Sabtu, 28 Juni 2025.
Sedangkan pada Pemilu 2024, jumlah petugas ad hoc yang meninggal dunia mencapai 181 orang. Afifuddin menjelaskan, berkurangnya angka petugas ad hoc di lapangan yang meninggal dunia tak terlepas dari sejumlah kebijakan yang diambil KPU, salah satunya, membuat ambang batas usia petugas kelompok penylenggara pemungutan suara (KPPS), yaitu minimal 17 tahun dan maksimal 55 tahun.
Menurut Afifuddin, Putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang memisahkan antara pemilu nasional dan lokal dengan jeda 2 sampai 2,5 tahun sebenarnya sejalan dengan banyak kajian yang sudah dilakukan berdasarkan idealisme untuk mengurangi beban kelelahan penyelenggara di lapangan.
Baca juga:
Kemendagri bakal Minta Masukan Pakar Soal Pemisahan Pemilu Nasional dan Lokal |