Legislator Minta Tuntutan Ojol Diwujudkan melalui Regulasi yang Adil

Anggota DPRD Jakarta Fraksi PKS Ade Suherman. Dok. Istimewa

Legislator Minta Tuntutan Ojol Diwujudkan melalui Regulasi yang Adil

Fachri Audhia Hafiez • 21 May 2025 14:02

Jakarta: Tuntutan ojek online (ojol) dinilai harus diakomodasi dengan menerbitkan regulasi yang adil. Beberapa tuntutan ojol meliputi potongan komisi aplikator yang dinilai mencekik, ketiadaan perlindungan ketenagakerjaan, hingga tuntutan pengakuan sebagai pekerja formal.

"Mereka bukan mitra dalam arti sejajar, tapi bekerja di bawah sistem yang dikendalikan penuh oleh aplikator. Sudah saatnya negara berpihak dan hadir melalui regulasi yang adil,” kata anggota DPRD Jakarta Fraksi PKS Ade Suherman melalui keterangan tertulis, Rabu, 21 Mei 2025.

Ade menyoroti hubungan antara pengemudi dan aplikator yang disebut sebagai kemitraan. Menurut dia, hal itu sering menjadi alasan untuk menghindari tanggung jawab terhadap hak-hak dasar pekerja.

Dia mengatakan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 5 Tahun 2025 telah mewajibkan perusahaan platform digital untuk mendaftarkan pengemudi ke dalam program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian. Yakni, melalui BPJS Ketenagakerjaan.
 

Baca: Pemerintah Diminta Turun Tangan Atur Potongan Tarif Ojol

“Faktanya, banyak aplikator belum patuh atau bahkan menghindar dari kewajiban itu. Relasi kerja yang timpang ini harus segera diakhiri dengan kehadiran regulasi yang berpihak pada pekerja,” ucap dia.

Dia mengingatkan pekerja sektor transportasi adalah kelompok yang rentan terhadap risiko kerja. Terutama mereka yang berada di lapangan setiap hari, seperti pengemudi ojol.

“Ini bukti nyata bahwa pekerja sektor transportasi membutuhkan perlindungan lebih. Jangan sampai mereka terus menjadi korban tanpa kehadiran negara,” kata Ade.

Ade mendorong pemerintah mencontoh negara-negara maju yang telah mengambil langkah konkret dalam melindungi pekerja digital. Dia mencontohkan pengemudi Uber di Inggris telah diakui sebagai pekerja dengan hak upah minimum dan cuti.

“Jika kita tidak bergerak sekarang, ketimpangan ini bisa menjadi bom waktu. Ini bukan sekadar soal transportasi, tapi soal keadilan sosial dan masa depan dunia kerja di era digital. Negara harus hadir sebelum terlambat,” ujar Ade.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(M Sholahadhin Azhar)