Ilustrasi. Metrotvnews.com.
Jakarta: Kementerian Hak Asasi Manusia (HAM) mendorong penegakan hukum terkait kasus kematian Prada Lucky Chepril Saputra Namo. Korban meninggal diduga akibat kekerasan oleh sejumlah oknum di lingkungan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD).
Penyidik Pomdam Udayana telah menetapkan 20 prajurit sebagai tersangka dalam kasus ini, termasuk seorang perwira pertama. Peristiwa kekerasan yang merenggut korban jiwa di internal institusi militer ini sangat disesalkan.
"Kementerian HAM mengapresiasi komitmen dan kerja TNI AD mengusut kasus ini. Penegakan hukum kasus ini harus berjalan transparan, sungguh-sungguh, dan adil. Itu merupakan bagian dari prinsip hak asasi manusia," kata Direktur Jenderal Pelayanan dan Kepatuhan HAM, (Dirjen PDK HAM) Kementerian HAM, Munafrizal Manan, Selasa, 19 Agustus 2025.
Munafrizal juga mendukung sikap Komisi I DPR yang mendorong TNI melakukan reformasi internal terkait pola pembinaan prajurit. Khususnya, menghilangkan budaya senior-junior yang berpotensi melanggar HAM.
"Kematian Prada Lucky seharusnya menjadi momentum bagi TNI mengevaluasi sistem pembinaan prajurit muda di lingkungan TNI secara kritis dan menyeluruh,” jelas Munafrizal.
Selain itu, Kementerian HAM mendorong TNI melibatkan Komisi Nasional (Komnas) HAM, lembaga independen, dan ahli HAM dalam proses evaluasi. Hal ini untuk memastikan objektivitas, transparansi, dan keberlanjutan reformasi.
"Hasil evaluasi wajib menjadi dasar penyusunan kebijakan konkret, seperti revisi kurikulum pelatihan, penguatan mekanisme pengawasan internal yang independen, serta pembentukan tim pemantau eksternal yang bertanggung jawab melaporkan progres implementasi secara berkala," jelas Munafrizal.
Munafrizal menekankan pola pembinaan disiplin internal TNI tidak boleh ada unsur penyiksaan. Sebab, itu merupakan salah satu bentuk pelanggaran hak asasi manusia.
Ia juga menekankan Indonesia telah meratifikasi Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat (Convention Against Torture/CAT) melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998.
"Sebagai negara yang telah meratifikasi Konvensi Anti Penyiksaan, Indonesia wajib mencegah, menyelidiki, dan menghukum setiap bentuk penyiksaan atau perlakuan yang setara dengan penyiksaan," kata Munafrizal.
Munafrizal menilai konvensi Anti Penyiksaan menegaskan bahwa tidak boleh ada pembenaran apa pun terkait praktik penyiksaan. Baik dalam keadaan perang dan ancaman perang, instabilitas politik internal, maupun perintah atasan.
"?Oleh karena itu, jika terbukti ada tindakan penyiksaan atas kematian Prada Lucky, maka dapat dikategorikan sebagai pelanggaran HAM serius," tegas Munafrizal.
Ia menambahkan, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan tegas menentang penyiksaan khususnya Pasal 28G Ayat 1 dan 2. Atas dasar itu, penyiksaan terhadap prajurit muda tidak dapat disebut sebagai bagian dari pembinaan.
"Kasus kematian Prada Lucky harus menjadi momentum TNI untuk membenahi implementasi pembinaan prajurit secara komprehensif, memastikan setiap praktik disiplin selaras dengan HAM, dan mencegah peristiwa serupa tidak terjadi kembali," pungkas Munafrizal.