Monumen Pancasila Sakti. Foto: Medcom.id/Faisal Abdalla
Putri Purnama Sari • 30 September 2025 11:37
Jakarta: Peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G30S/PKI) merupakan salah satu tragedi kelam dalam sejarah bangsa Indonesia. Pada peristiwa tersebut, sejumlah perwira tinggi TNI Angkatan Darat menjadi korban penculikan dan pembunuhan.
Mereka kemudian dikenal sebagai Pahlawan Revolusi, gelar yang diberikan untuk menghormati jasa-jasa mereka dalam mempertahankan keutuhan bangsa dan negara.
Jenazah para perwira tersebut ditemukan di dalam sebuah lubang di Lubang Buaya, Jakarta Timur pada 4 Oktober 1965 oleh satuan Resimen Para Anggota Komando Angkatan Darat (RPKAD). Lokasi tersebut kini dijadikan Monumen Pancasila Sakti, untuk mengenang tragedi G30S/PKI.
Berikut adalah tujuh perwira TNI AD yang gugur dalam peristiwa G30S/PKI:
1. Jenderal (Anumerta) Ahmad Yani
.jpeg)
Ahmad Yani lahir 19 Juni 1922 di Jenar, Purworejo, Jawa Tengah. Dia dikenal sebagai seorang perwira militer yang sangat kompeten.
Dalam karier militernya, Ahmad Yani ikut ambil bagian pada berbagai pertempuran. Misalnya di Ambarawa melawan pasukan Inggris, kontribusinya di Agresi Militer Belanda I, serta keterlibatannya dalam penumpasan pemberontakan DI/TII dan PRRI.
2. Letnan Jenderal (Anumerta) Suprapto
Suprapto lahir 20 Juni 1920 di Purwokerto, Jawa Tengah. Pada masa peristiwa G30S/PKI, ia menjabat sebagai Wakil Kepala Staf TNI-AD. Ia dikenal sebagai pribadi yang berdedikasi tinggi dan menjunjung integritas.
Sejak masa perjuangan, Suprapto sudah ikut aktif, misalnya saat menjadi anggota TKR dan turut mendampingi Panglima Besar Sudirman dalam perlawanan terhadap penjajah.
3. Letnan Jenderal (Anumerta) S. Parman
S. Parman lahir 14 Agustus 1914 di Wonosobo, Jawa Tengah. Dia pernah bekerja di bawah pemerintahan Jepang sebagai anggota Kempetai (polisi militer Jepang).
Setelah kemerdekaan, Parman bergabung dalam TKR, kemudian menjadi Kepala Staf Markas Besar Polisi Tentara (MBPT) di Yogyakarta. Dia kemudian dipercaya sebagai Asisten-1 Bidang Intelijen under Men/Pangad yaitu Jenderal Ahmad Yani.
4. Letnan Jenderal (Anumerta) M.T. Haryono
M.T. Haryono lahir 20 Januari 1924 di Surabaya, Jawa Timur. Ketika terjadi peristiwa G30S/PKI, ia menjabat sebagai Panglima Kodam V/Jaya. Sejak masa kemerdekaan, Haryono banyak berpindah tugas.
Dia pernah menjadi Sekretaris Delegasi Republik Indonesia dalam negosiasi dengan Belanda dan Inggris, Sekretaris Dewan Pertahanan Negara, serta Sekretaris Delegasi Militer Indonesia dalam Konferensi Meja Bundar.
5. Mayor Jenderal (Anumerta) D.I. Pandjaitan
D.I. Pandjaitan lahir 9 Juni 1925 di Balige, Sumatera Utara. Dia dikenal sebagai figur yang cerdas dan memiliki wawasan luas. Pada zaman pendudukan Jepang, ia sempat mengikuti pelatihan militer Gyugun. Setelah kemerdekaan, ia terlibat dalam pembentukan TKR dan menjadi komandan batalyon.
Dalam Agresi Militer Belanda II, ia juga menjabat sebagai Pemimpin Perbekalan Perjuangan Pemerintah Darurat. Hingga kemudian ditugaskan belajar ke Amerika Serikat dan menjadi Asisten IV Menteri/Panglima Angkatan Darat.
6. Mayor Jenderal (Anumerta) Sutoyo Siswomiharjo
Sutoyo Siswomiharjo lahir 28 Agustus 1922 di Kebumen, Jawa Tengah. Pada 1946, ia ditetapkan sebagai ajudan Kolonel Gatot Soebroto. Kiprahnya terus meningkat, pada 1954 ia menjadi Kepala Staf Polisi Militer, kemudian diangkat sebagai Inspektur Kehakiman Angkatan Darat dan ke posisi Inspektur Kehakiman / Jaksa Militer Utama pada 1961 sesudah ia menjalani pendidikan di Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat.
7. Kapten (Anumerta) Pierre Tendean
Pierre Tendean lahir 21 Februari 1939. Dia adalah ajudan Jenderal Abdul Haris Nasution, yang saat itu menjabat sebagai Menteri Koordinator Pertahanan & Keamanan serta Kepala Staf ABRI.
Pierre sebenarnya bukan target utama penculikan, karena pasukan pemberontak semula diarahkan untuk menculik Jenderal Nasution. Namun dalam situasi kritis, Pierre melindungi Nasution dengan mengaku bahwa dialah orang yang dicari. Karena itu, Pierre ditangkap dan disekap di Lubang Buaya.