Ketua KPK Firli Bahuri. Dok. Humas KPK
Candra Yuri Nuralam • 23 November 2023 00:31
Jakarta: Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menyandang status tersangka atas dugaan pemerasan dan penerimaan gratifikasi dalam penanganan kasus di Kementerian Pertanian (Kementan) pada 2020-2023. Dia terancam dipenjara seumur hidup.
"Pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dipidana penjara seumur hidup, atau paling singkat empat tahun, dan paling lama 20 tahun," kata Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda Metro Jaya Kombes Ade Safri Simanjuntak di Polda Metro Jaya, Rabu, 22 November 2023.
Ade menjelaskan ancaman penjara itu diatur dalam Pasal 12 huruf e atau Pasal 12 huruf B Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Firli juga bakal dikenakan denda jika nanti terbukti bersalah.
"Dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta, dan paling banyak Rp1 miliar," ucap Ade.
Dalam perkara ini, penyidik turut menerapkan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 KUHP ke Firli. Dia berpotensi dipenjara selama lima tahun berdasarkan UU tersebut.
"Sedangkan untuk Pasal 11, dipidana dengan pidana penjara paling singkat satu tahun, dan paling lama lima tahun, dan dipidana denda paling sedikit Rp50 juta, dan paling banyak Rp200 juta," ujar Ade.
Kronologi kasus
Kasus ini berawal saat ada aduan masyarakat masuk ke Polda Metro Jaya terkait kasus dugaan korupsi berupa pemerasan yang dialami SYL oleh pimpinan KPK pada Sabtu, 12 Agustus 2023. Namun, tidak disebut sosok pelapor dan terlapor dengan alasan masih diselidiki.
Kemudian, polisi menerbitkan surat perintah pengumpulan bahan keterangan (pulbaket) pada Selasa, 15 Agustus 2023, sebagai dasar pengumpulan bahan keterangan atas informasi atau pengaduan masyarakat tersebut.
Pada 21 Agustus 2023, diterbitkan surat perintah penyelidikan. Sehingga, tim penyelidik Subdit Tipidkor Ditreskrimsus Polda Metro Jaya melakukan serangkaian upaya penyelidikan untuk menemukan apakah ada peristiwa pidana yang terjadi dari aduan masyarakat tersebut.
Dalam proses penyelidikan dilakukan serangkaian klarifikasi atau permintaan keterangan kepada beberapa pihak. Pemeriksaan dilakukan mulai 24 Agustus-3 Oktober 2023 dan pemeriksaan terakhir dilakukan terhadap SYL pada Kamis, 5 Oktober 2023.
Kasus dugaan pemerasan ini telah naik dari tahap penyelidikan ke penyidikan usai gelar perkara di ruang gelar perkara Bagian Pengawas Penyidikan (Bag Wasssidik) Ditreskrimsus Polda Metro Jaya pada Jumat, 6 Oktober 2023.
Kesimpulan gelar perkara ditemukan unsur dugaan tindak pidana korupsi berupa pemerasan yaitu pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dimaksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau menyalahgunakan kekuasaan, membayar atau menerima pembayaran dengan potongan atau untuk kerja sesuatu bagi dirinya sendiri dengan kata lain gratifikasi atau pemberian suap.
Setelah naik penyidikan, Polda Metro Jaya menerbitkan surat perintah penyidikan. Surat perintah penyidikan ini untuk melakukan serangkaian penyidikan mencari dan mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi dan menetapkan tersangka.