Polisi Enggan Ungkap Fatwa MUI Terkait Panji Gumilang

Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro/Medcom.id/Siti

Polisi Enggan Ungkap Fatwa MUI Terkait Panji Gumilang

Siti Yona Hukmana • 29 July 2023 14:55

Jakarta: Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri tidak mengungkap isi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam kasus dugaan penistaan agama Panji Gumilang ke publik. Fatwa MUI disebut masih konsumsi penyidik.

"Saat ini karena penyidik yang sedang memerlukan hanya diberikan kepada penyidik," kata Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro kepada wartawan dikutip Sabtu, 29 Juli 2023.

Djuhandhani mengatakan Fatwa MUI diterima penyidik pekan lalu. Djuhandhani menyebut penyidik telah menganalisa fatwa itu dengan cara menjadikan bahan pemeriksaan ahli.

"Seperti ahli agama, yang tadi ada ahli fiqih dan lain sebagainya itu sudah kita gunakan," ujar jenderal bintang satu itu.

Djuhandhani telah mengantongi hasil uji laboratorium forensik (labfor) atas barang bukti berupa video dugaan penistaan agama yang dilakukan Panji. Dia tak mengungkap hasil uji labfor itu.

"Saya sampaikan bahwa hasil labfor sudah ada dan itu adalah yang diperoleh penyidik dan hasilnya nanti kita lihat lebih lanjut kalau itu memenuhi unsur untuk lain sebagainya saat persidangan (diungkap). Kalau saat ini masih dirahasiakan," ungkap Djuhandhani.

Panji Gumilang dipanggil untuk menjalani pemeriksaan dalam proses penyidikan pada Selasa, 1 Agustus 2023. Pemeriksaan ini dalam penyidikan tahap akhir sebelum penyidik menggelar perkara penetapan tersangka.

Sejatinya, Panji diperiksa pada Kamis, 27 Juli 2023. Namun, dia absen dengan alasan sakit. Total sudah 54 saksi diperiksa penyidik, dengan rincian 38 saksi dan 16 saksi ahli. Ahli itu meliputi ahli pidana, ahli sosiologi, ahli agama termasuk ahli fiqih.

Bareskrim Polri mengantongi tiga unsur pidana yang diduga dilakukan Panji Gumilang setelah gelar perkara dalam tahap penyelidikan. Pertama, Pasal 156 A KUHP tentang Penistaan Agama. Kedua, Pasal 45A ayat (2) Jo 28 ayat 2 Indang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Beleid itu berbunyi setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar.

Ketiga, Pasal 14 Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana yang mengatur terkait berita bohong. Beleid itu menyebutkan barang siapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya 10 tahun.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(M Sholahadhin Azhar)