Ilustrasi Kompleks Parlemen Senayan. MI/Barry Fathahillah
Achmad Zulfikar Fazli • 17 September 2025 14:15
Jakarta: Anggota Komisi I, Farah Puteri Nahlia, mendukung wacana kebijakan satu orang, satu akun media sosial di tengah maraknya kasus penipuan daring yang meresahkan masyarakat. Kebijakan ini adalah langkah strategis dan fundamental untuk melindungi warga dari kejahatan ekonomi digital yang semakin masif.
Farah menekankan akar masalah dari suburnya praktik penipuan daring adalah anonimitas dan kemudahan para pelaku dalam membuat serta mengoperasikan akun-akun palsu untuk bersembunyi dari jerat hukum. Dengan mewajibkan verifikasi akun menggunakan identitas asli seperti e-KTP dan nomor telepon yang sah, kebijakan ini secara efektif menghilangkan anonimitas yang selama ini dimanfaatkan para penipu untuk menyembunyikan identitas mereka.
"Prioritas utama kita adalah keamanan warga di ruang digital. Kebijakan ini harus dilihat sebagai benteng pertahanan untuk melindungi masyarakat dari kerugian finansial dan psikologis akibat penipuan. Kita harus memutus rantai kejahatan ini dari akarnya, dan itu dimulai dengan meniadakan anonimitas yang disalahgunakan," ujar Farah di Jakarta, Selasa, 16 September 2025.
Dengan mengikat setiap akun pada identitas tunggal, ruang gerak para penipu akan terbatas secara drastis. Praktik impersonasi atau menyamar sebagai figur publik, institusi, atau bahkan kerabat korban akan menjadi sangat sulit karena proses verifikasi membutuhkan data spesifik yang hanya dimiliki oleh pemilik identitas asli. Hal ini juga akan memberikan keuntungan signifikan bagi penegakan hukum.
"Jika terjadi penipuan, proses penelusuran oleh aparat menjadi sangat cepat. Kebijakan ini adalah langkah fundamental untuk menarik garis pertanggungjawaban yang jelas dari ruang maya ke dunia nyata," tegas Farah.
Selain sebagai senjata utama melawan penipuan, legislator dari Fraksi PAN tersebut menambahkan bahwa kebijakan ini juga memiliki dampak positif yang signifikan dalam memerangi operasi disinformasi terstruktur yang dijalankan oleh akun-akun anonim. Menurut dia, taktik rekayasa opini yang merusak demokrasi juga bergantung pada kemampuan untuk membuat ribuan akun anonim.
"Operasi disinformasi yang merusak tatanan sosial kita sangat bergantung pada akun-akun anonim. Dengan kebijakan ini, kita tidak hanya melumpuhkan kemampuan mereka menyebar kebohongan, tetapi juga mengembalikan marwah ruang diskusi publik yang sehat dan berbasis fakta," jelas Farah.
Baca Juga:
PKS Nilai Usulan 1 Orang 1 Akun Medsos Perlu Dipertimbangkan |