Lebaran Ketupat: Asal-Usul, Kapan Dirayakan, dan Makna Pentingnya

Ilustrasi(MI/Hendri Kremer.)

Lebaran Ketupat: Asal-Usul, Kapan Dirayakan, dan Makna Pentingnya

Riza Aslam Khaeron • 8 April 2025 10:41

Jakarta: Sudah sepekan setelah Idul Fitri, umat Islam Nusantara Indonesia khususnya di Pulau Jawa kembali bersuka-cita dengan perayaan Lebaran Ketupat. Tradisi ini berlangsung sepekan setelah 1 Syawal dan sarat makna budaya, religi, dan filosofi.

Meski tidak tercantum dalam Al-Qur'an atau dirayakan oleh Nabi Muhammad SAW, Lebaran Ketupat telah berakar kuat dalam kehidupan masyarakat Muslim Nusantara.
 

Asal-Usul Lebaran Ketupat: Dakwah Sunan Kalijaga

Melansir NU Online pada Selasa, 16 April 2024, masyarakat Jawa mempercayai bahwa Sunan Kalijaga adalah tokoh yang pertama kali memperkenalkan ketupat sebagai bagian dari tradisi Islam di Jawa. Budayawan Zastrouw Al-Ngatawi menjelaskan bahwa Sunan Kalijaga memanfaatkan tradisi slametan masyarakat Nusantara untuk mengenalkan ajaran Islam tentang syukur, sedekah, dan silaturahmi di hari raya.

Lebaran Ketupat juga disebut sebagai "bakda kupat", dari bahasa Jawa "ngaku lepat" yang berarti mengakui kesalahan. Dalam tradisi ini, ketupat digunakan sebagai simbol untuk saling memaafkan dan melupakan kesalahan dengan cara yang penuh kedamaian.

Sejarawan Agus Sunyoto menegaskan bahwa Lebaran Ketupat merupakan tradisi asli Indonesia yang diperkuat oleh hadits Rasulullah tentang puasa enam hari di bulan Syawal. Hadits tersebut berbunyi:

"Man shaama Ramadhaana tsumma atba’ahu sittan min Syawwaalin, fa ka annamaa shaama ad-dahr"

(“Siapa saja yang berpuasa Ramadhan lalu mengikutinya dengan enam hari di bulan Syawal, maka seperti puasa setahun”).
 

Kapan Lebaran Ketupat Dirayakan?

Mengutip MIS Al-Falah Kuncung pada Sabtu, 29 April 2023, Lebaran Ketupat biasanya dirayakan pada hari ke-8 bulan Syawal, setelah selesai melaksanakan puasa sunnah enam hari berturut-turut. Tradisi ini tidak hanya menjadi momen kuliner, tetapi juga momen spiritual untuk menutup rangkaian ibadah Syawal secara kaffah atau sempurna.
 

Makna Filosofis Ketupat

Melansir NU Online, kata "ketupat" sendiri sarat makna. Bungkusnya yang dibuat dari janur kuning dimaknai sebagai penolak bala. Bentuk segi empatnya melambangkan prinsip Jawa “kiblat papat lima pancer”, yakni ke mana pun arah hidup manusia, akan selalu kembali kepada Allah.

Rumitnya anyaman janur mencerminkan kompleksitas kesalahan manusia, sementara warna putih beras di dalamnya melambangkan kesucian setelah saling memaafkan. Isi ketupat berupa beras juga menjadi lambang kemakmuran yang diharapkan setelah Hari Raya Idul Fitri.

Ketupat biasanya disajikan dengan opor ayam dan sambal goreng. Santan pada opor, dalam bahasa Jawa disebut "santen", dimaknai sebagai "pangapunten" atau permohonan maaf. Bahkan ada pantun khas Lebaran:

Mangan kupat nganggo santen.
Menawi lepat, nyuwun pangapunten.


Artinya:

Makan ketupat pakai santan.
Bila ada kesalahan, mohon dimaafkan
.
 
Baca Juga:
KPK: Remisi untuk Napi Sah bila Sesuai Aturan
 

Ragam Ketupat di Indonesia

Tradisi Lebaran Ketupat juga melahirkan banyak varian lokal, seperti ketupat glabed dari Tegal, ketupat cabuk rambak dari Solo, ketupat bebanci khas Betawi, hingga kupat tahu dari Sunda dan coto Makassar dari Sulawesi. Hal ini menunjukkan akulturasi budaya dan daya hidup tradisi ketupat dalam masyarakat Indonesia.

Lebaran Ketupat adalah perayaan khas Nusantara yang lahir dari dakwah, budaya, dan spiritualitas. Ia bukan sekadar kuliner pasca-Idul Fitri, tetapi juga media refleksi, permohonan maaf, dan penguatan ikatan sosial. Seperti kata Sunan Kalijaga, melalui ketupat manusia diajak untuk kembali kepada fitrah, melalui pengakuan, pengampunan, dan kebersamaan.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Surya Perkasa)