Utang Bengkak-Pendapatan Kempes, Ini Risikonya Bagi Indonesia

Ilustrasi utang. Foto: dok MI.

Utang Bengkak-Pendapatan Kempes, Ini Risikonya Bagi Indonesia

Faustinus Nua • 15 July 2024 11:06

Jakarta: Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Ariyo DP Irhamna menilai peningkatan utang di tengah menurunnya pendapatan negara akan berdampak pada investment rating Indonesia. Indonesia akan dianggap tidak mampu membayar utang atau memiliki risiko gagal bayar.

"Risiko jika menambah utang dan pendapatan menurun adalah credit/investment rating kita menurun sebab indonesia dianggap tidak mampu menambah pendapatan dan meningkatkan risiko gagal bayar," ujar Ariyo kepada Media Indonesia, dikutip Senin, 15 Juli 2024.

Untuk itu, pemerintah sebaiknya lebih berhati-hati dalam menambah utang. Di sisi lain harus ada kebijakan untuk meningkatkan pendapatan dan menekan pengeluaran.

Menurut Ariyo, salah satu pengeluaran terbesar dalam program pemerintah adalah pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN). Meski menggunakan skema investasi pihak ketiga, pembangunan IKN bisa dihentikan di pemerintah berikutnya bila ingin meningkatkan pendapatan dan menurunkan pengeluaran.

"Pemerintah perlu meningkatkan pendapatan dan mengurangi pengeluaran. Peningkatan pendapatan pemerintah perlu memperbaiki administrasi perpajakan, pengenaan tax saat harga komoditas melambung tinggi. Sedangkan program yang perlu dihentikan adalah IKN," kata dia.
 

Baca juga: Masyarakat dan Pengusaha Diminta Tak Khawatir Isu Kenaikan Rasio Utang Era Prabowo
 

Berisiko bagi ketahanan negara


Pengamat ekonomi lainnya, Ahmad Sadruddin menilai penambahan utang akan berisiko pada ketahanan negara. Baik ekonomi maupun politik, sosial, dan keamanan bisa terdampak di masa depan.

"Penambahan utang berisiko pada ketahanan negara, baik ketahanan ekonomi maupun ketahanan polsoshankam. Sekalipun saat ini debt ratio (rasio utang) terhadap GDP masih 33,74 persen dari PDB 2024 dan dianggap masih jauh dari batasan 60 persen, namun hal ini tetap menjadi warning potensi ancaman pada ketahan," ucapnya.

"Jika utang luar negeri terus membengkak, ada risiko pada penurunan ketahanan ekonomi negara yang biasanya berlanjut dalam bentuk penguasaan sumber daya alam oleh asing, pemaksaan SDM asing, pemaksaan penggunaan alat operasi (pabrik, tambang dan lain-lain) dari impor terutama berupa barang-barang bekas," tambah Ahmad.

Dia mengatakan pemerintah merasa tidak ada pilihan untuk menciptakan ruang belanja negara. Namun harusnya masih ada alternatif untuk menahan utang luar negeri, seperti efektivitas pencegahan dan pemberantasan korupsi, menghentikan belanja negara yang tidak ada implikasi pada terciptanya GDP.

"Penghematan penyelenggaraan rapat-rapat/kegiatan pemerintah di tempat-tempat yang memungkinkan terjadinya cash flight ke negara lain, pengurangan barang impor termasuk kendaraan bermotor dengan didorong penggunaan produk dalam negeri, dan lainnya," tandas Ahmad.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Husen Miftahudin)