Ilustrasi demo di depan DPR. MI/Susanto
Yakub Pryatama • 16 April 2024 07:46
Jakarta: Pengadilan Rakyat atau Mahkamah Rakyat perlu dikaji dilakukan untuk mengungkap kejahatan pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Pengadilan Rakyat yang diselenggarakan dan dibuka secara internasional ini pernah dilakukan saat mengadili kejahatan HAM pada 1965.
Ahli Sejarah Indonesia Asvi Warman Adam menerangkan sudah pernah melihat Pengadilan Rakyat yang dilakukan pihak Indonesia atau dikenal International People's Tribunal mengenai kejahatan 1965 itu diadakan di Den Haag, Belanda, pada 2015 yang disebut IPT 1965. Asvi mengatakan rakyat Indonesia bisa membawa kecurangan Pilpres 2024 itu ke pengadilan tersebut.
"Karena ada keinginan untuk melakukan hal itu di Indonesia setelah berlangsungnya Pemilu 2024 ini," ungkap Asvi dalam sebuah diskusi daring bertajuk Mahkamah Rakyat untuk Keadilan Pemilu, Perlukah?, Senin, 15 April 2024.
Asvi menceritakan Pengadilan Rakyat mengadili Peristiwa 65 dilakukan karena upaya-upaya hukum yang sudah dilakukan sejak era Reformasi itu menemui kegagalan. Ribuan jiwa melayang pada peristiwa tersebut sehingga rakyat menuntut keadilan terhadap lima Presiden RI.
"Upaya ini menemui kegagalan pada 2006. Bukan hanya kegagalan, namun proses penyelenggaraan pengadilan itu juga berlangsung tidak dengan lancar karena mereka yang bersaksi ataupun mereka yang akan datang ke pengadilan itu diganggu oleh ormas macam FPI dan lain-lain. Beberapa waktu kemudian muncul upaya yang lain dari sekadar tuntutan di pengadilan," tambah Asvi.
Maka dari itu, lanjut Asvi, Joshua Lincoln Oppenheimer, sutradara film berkebangsaan Amerika dan Inggris, membuat film Jagal pada 2012. Film Jagal ini istimewa karena setelah era reformasi itu, yang muncul itu adalah buku-buku maupun seminar-seminar tentang kesaksian para korban.
Dalam film Jagal itu, lanjut dia, yang menarik itu adalah pelaku yang bersuara dan membuat pengakuan. Film Jagal itu dengan latar belakang Sumatera Utara, itu mengisahkan tentang seorang anggota pemuda Pancasila yang bekerja sebagai tukang catut karcis di bioskop.
"Itu ternyata juga pelaku pembunuhan besar-besaran itu di Medan. Dan dia juga menceritakan bagaimana dengan enteng bahwa untuk membunuh orang itu, dia cukup mengikatkan kawat itu di sekeliling leher orang itu, dan kemudian kawat itu ditarik ujungnya sehingga leher orang itu bisa terputus. Jadi, keganasan itu diperlihatkan dalam film Jagal pada 2012," ungkapnya.
Berlatar belakang film itu, kemudian digagaslah aksi yang disebut dengan International People Tribunal, Pengadilan Rakyat Internasional mengenai kasus 65. Menurutnya, pengadilan itu diselenggarakan di Den Haag, Belanda karena Indonesia tidak aman.
"Dan Den Haag itu memang secara historis, itu memang pengadilan-pengadilan hak internasional beberapa kali itu diadakan di Den Haag. Dan kemudian di sana dilakukan dengan-dengan aman, tidak ada yang demo dan lain-lain. Dan pengadilan internasional itu diadakan di Newquay," jelas Asvi.
Baca juga:
AMIN Bakal Muat Pelanggaran Pencalonan Gibran di Kesimpulan Sengketa Pilpres |