Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan tiga tersangka dugaan rasuah pengadaan lahan hak guna usaha (HGU) di PT Perkembunan Nusantara (PTPN) XI. Perkara ini diduga menimbulkan kerugian negara hingga Rp30,2 miliar.
“Tim penyidik menahan para tersangka masing-masing selama 20 hari pertama,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin, 13 Mei 2024.
Para tersangka yakni mantan Direktur PTPN XI Mochamad Cholidi, eks Kepala Divisi Umum, Hukum, dan Aset PTPN XI Mochamad Khoiri, serta Komisaris Utama PT Kejayan Mas Muhchin Karli. Penahanan hingga 27 Mei 2024 dan dapat diperpanjang.
Kronologi kasus ketika PT Kejayan Mas menawarkan lahan 79,6 hektare di Kabupaten Pasuruan kepada Cholidi pada 2016. Harga yang ditawarkan Rp125 ribu per meter persegi.
Cholidi menyetujui pengajuan dan memerintahkan Khoiri membuat draf surat keputusan pembelian tanah untuk menanam tebu milik PTPN XI. Tanpa membuat kajian, Cholidi meminta Khoiri memproses dan menyiapkan pengajuan anggaran Rp150 miliar.
“MC (Chairil), MK (Khoiri), dan MHK (Karli) menyepakati nilai harga Rp120 ribu per meter persegi padahal merujuk keterangan kepada desa setempat nilai pasar lahan hanya berkisar Rp32 ribu sampai Rp50 ribu per meter persegi,” ujar Alex.
Sejumlah dokumen fiktif ditemukan penyidik untuk mempercepat pelunasan pembelian lahan ini. Transaksi itu juga tercatat tidak wajar dan terindikasi mark up dalam pemeriksaan P2PK Kementerian Keuangan, MAPPI, dan KJPP Sisca cabang Surabaya.
Semua peringatan itu diabaikan oleh Cholidi. Dia malah ngotot melakukan transaksi meskipun tanahnya tidak bisa ditanami tebu.
“MC juga tetap memaksakan dilakukan pembelian lahan walaupun fakta di lapangan diketahui persis yang bersangkutan dengan kondisi lahan memang tidak layak untuk ditanami tebu karena faktor keterbatasan lereng, akses, dan air,” ucap Alex.
Karli turut memberikan uang kepada sejumlah pegawai di PTPN XI yang mendukung kelancaran transaksi lahan tersebut. Total dana yang diberikan menyentuh Rp1 miliar.
Atas perbuatan tiga orang itu, negara ditaksir merugi Rp30,2 miliar. Data itu didapat dari hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Atas kelakuannya, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.