Peredaran Rokok Ilegal Butuh Penindakan dari Hulu hingga Hilir

Pengungkapan peredaran rokok ilegal di wilayah Malang Raya. Dokumentasi/ Bea Cukai Malang.

Peredaran Rokok Ilegal Butuh Penindakan dari Hulu hingga Hilir

Al Abrar • 31 July 2025 15:32

Jakarta: Peredaran rokok ilegal yang terus meningkat menjadi sorotan serius. Anggota Komisi XI DPR, Wihadi Wiyanto, mengatakan upaya pemerintah melalui pembentukan satuan tugas (Satgas) Rokok Ilegal menjadi langkah awal yang harus dikawal untuk penindakan peningkatan rokok ilegal.

"Peredaran rokok ilegal ini tidak hanya merugikan penerimaan negara, tapi juga menghantam industri rokok yang taat membayar cukai. Satgas harus segera bergerak agar kontribusi terhadap penerimaan negara bisa segera meningkat," ujar Wihadi dalam keterangannya, Kamis 31 Juli 2025.

Data Direktorat Jenderal Bea dan Cukai mencatat, hingga Mei 2025 sebanyak 285,81 juta batang rokok ilegal berhasil disita, naik 32 persen dibandingkan periode yang sama pada 2024. Wihadi menilai, lonjakan ini menunjukkan perlunya penindakan menyeluruh, tidak hanya di hilir tetapi juga hingga ke hulu, termasuk pabrik tak berizin dan distribusi digital.

Ia juga menyoroti pentingnya menjaga penerimaan negara dari cukai hasil tembakau (CHT) yang pada 2024 mencapai Rp216 triliun. Selain itu, industri hasil tembakau (IHT) masih menyerap banyak tenaga kerja, mulai dari pekerja pabrik hingga petani.

"Kalau rokok ilegal terus dibiarkan, bukan cuma negara yang rugi. Industri legal dan pekerja pun terkena dampaknya," tegas politikus Partai Gerindra tersebut.
 

Baca: Industri Tembakau Dikebiri, Penerimaan Cukai 2025 Bakal Gak 'Kesampaian' Lagi

Wihadi menekankan perlunya sinergi lintas sektor dalam Satgas Rokok Ilegal. Kolaborasi antara aparat keamanan seperti Polri dan TNI, pemerintah daerah, Kementerian Perindustrian, Kementerian Komunikasi dan Digital, hingga peran aktif masyarakat melalui pelaporan partisipatif dinilai krusial.

Di sisi lain, Wihadi mengkritisi Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) yang mengatur kemasan polos (plain packaging) untuk produk tembakau. Menurutnya, aturan tersebut justru kontraproduktif dalam upaya pemberantasan rokok ilegal.

"Plain packaging berpotensi besar dimanfaatkan pelaku usaha ilegal. Produk legal yang diseragamkan desainnya akan lebih mudah dipalsukan. Tujuan kesehatan harus seimbang dengan pendekatan fiskal dan penegakan hukum," kata Wihadi.

Senada dengan itu, Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo), Benny Wahyudi, juga menolak pasal tentang penyeragaman desain kemasan dalam RPMK. Ia menilai aturan tersebut justru menyuburkan pasar rokok ilegal.

“Rokok ilegal sudah menjadi pesaing yang luar biasa. Kalau diseragamkan desainnya, rokok ilegal makin mudah meniru dan pasar gelap makin luas. Ini kejahatan luar biasa,” ujar Benny.

Ia menambahkan, regulasi seperti RPMK seharusnya dirumuskan secara multisektor. Kesehatan tetap menjadi pertimbangan utama, namun tidak bisa mengabaikan dampak fiskal dan keberlangsungan industri legal.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Al Abrar)