Juru bicara KPK Budi Prasetyo. Foto: Metrotvnews.com/Candra Yuri Nuralam.
Blak-blakan, KPK Ungkap Alasan Penghentian Korupsi Tambang Nikel
Candra Yuri Nuralam • 29 December 2025 21:04
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap bahwa kasus dugaan rasuah izin tambang nikel di Konawe Utara disetop karena hitungan kerugian negaranya ditolak oleh auditor. Alasannya karena bertentangan dengan aturan yang berlaku.
“Dalam perkara Konawe ini, auditor telah menyampaikan bahwa tidak bisa melakukan penghitungan kerugian negara. Karena atas pengolahan tambang tersebut disampaikan bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 (tahun) 2003 tidak masuk dalam ranah keuangan negara,” kata juru bicara KPK Budi Prasetyo di Jakarta, Senin, 29 Desember 2025.
Budi mengatakan, KPK meyakini adanya perolehan hasil tambang nikel secara ilegal di Konawe Utara. Namun, temuan KPK tidak dikategorikan data yang bisa dihitung auditor jika mengacu pada aturan yang berlaku.
“Sehingga, atas hasil tambang yang diperoleh dengan cara yang diduga menyimpang tersebut juga tidak bisa dilakukan penghitungan kerugian keuangan negaranya oleh auditor,” ujar Budi.
Karenanya, hitungan kerugian keuangan negaranya tidak pernah selesai dalam bentuk file untuk dijadikan barang butki. Sehingga, kasusnya dinyatakan tidak cukup bukti dan harus dihentikan.
“Sehingga, hal ini mengakibatkan ketidakterpenuhinya kecukupan alat bukti dalam penyidikan perkara ini, khususnya untuk Pasal 2, Pasal 3,” ucap Budi.
Sementara itu, kasus suap dalam rasuah ini disetop karena dinilai sudah kedaluwarsa. KPK tidak bisa menggantung nasib tersangka terlalu lama.
“Selain itu untuk Pasal suapnya ini juga terkendala karena daluwarsa perkara,” ujar Budi.
.jpg)
Ilustrasi tambang. Foto: Dok. Media Indonesia (MI).
Eks Bupati Konawe Utara Aswad Sulaiman ditetapkan sebagai tersangka korupsi pemberian izin pertambangan nikel. Aswad diduga melakukan korupsi terkait izin eksplorasi, izin usaha pertambangan, dan izin operasi produksi di wilayahnya.
Aswad juga diduga merugikan negara hingga Rp2,7 triliun. Angka itu berasal dari penjualan produksi nikel yang melalui proses perizinan yang melawan hukum.
Saat itu, Aswad langsung mencabut secara sepihak kuasa pertambangan, yang mayoritas dikuasai PT Antam. Setelah pencabutan secara sepihak itu, Aswad malah menerima pengajuan permohonan izin eksplorasi dari delapan perusahaan hingga diterbitkan 30 surat keputusan kuasa permohonan eksplorasi.
Dari seluruh izin yang diterbitkan, beberapa telah sampai tahap produksi hingga diekspor. Perbuatan itu berlangsung hingga 2014. Aswad diduga menerima Rp13 miliar dari perusahaan-perusahaan tersebut.