Awal Pekan, Rupiah Dibuka Jeblok hingga Tembus Rp15.700-an/USD

Ilustrasi. Foto: MI/Pius Erlangga.

Awal Pekan, Rupiah Dibuka Jeblok hingga Tembus Rp15.700-an/USD

Husen Miftahudin • 16 October 2023 10:03

Jakarta: Nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada pembukaan perdagangan awal pekan ini mengalami pelemahan. Bahkan mata uang Garuda tersebut tertekan hingga menyentuh level Rp15.700-an per USD.

Mengutip data Bloomberg, Senin, 16 Oktober 2023, rupiah dibuka di level Rp15.706 per USD. Mata uang Garuda tersebut turun 24,5 poin atau setara 0,16 persen dari Rp15.682 per USD pada penutupan perdagangan hari sebelumnya.

Sementara menukil data Yahoo Finance, rupiah berada di level Rp15.709 per USD, turun 30 poin atau setara 0,19 persen dari Rp15.679 per USD pada penutupan perdagangan hari sebelumnya.

Analis pasar uang Ibrahim Assuaibi memprediksi rupiah hari ini akan bergerak secara fluktuatif. Meski demikian rupiah bisa bangkit dan dan ditutup menguat.

"Untuk perdagangan Senin, mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup menguat di rentang  Rp15.650 per USD hingga Rp15.730 per USD," jelas Ibrahim.

Baca juga: Dolar AS Menguat, Terkerek Data Konsumen AS
 

Data inflasi AS jadi acuan kenaikan suku bunga


Ibrahim menyampaikan, harga konsumen AS tumbuh lebih cepat dari perkiraan pada September. Data ini berpotensi mempersulit keputusan kebijakan Federal Reserve mendatang yang bertujuan untuk mengendalikan kenaikan inflasi.

Indeks harga konsumen mencatat kenaikan sebesar 3,7 persen (yoy), laju yang sama seperti pada Agustus, dan naik lebih besar dari perkiraan sebesar 0,4 persen (mom). Para ekonom memperkirakan angka sebesar 3,6 persen (yoy) dan 0,3 persen (mom).

Data ini memicu ekspektasi Federal Reserve yang mungkin belum selesai melakukan pengetatan moneter, sehingga meningkatkan dolar. Bahkan ketika banyak pejabat menunjuk pada kenaikan imbal hasil Treasury baru-baru ini sebagai pengurangan kebutuhan untuk lebih memperketat kondisi keuangan.

"Pasar kini memperhitungkan kemungkinan 40 persen kenaikan suku bunga pada Desember, dibandingkan dengan peluang 28 persen sebelum laporan tersebut," tutur dia.

Dari dalam negeri, Indonesia diprediksi akan tumbuh 5,1 persen di tahun ini, konsisten dengan tren historis pertumbuhan sebelumnya. Setelah itu, perlambatan ringan ke angka pertumbuhan 4,7 persen dapat terjadi di tahun depan jika meninjau adanya hambatan eksternal, yaitu dampak pengetatan moneter yang masih berlanjut. 

Meski proyeksi pada kuartal IV tahun ini diprediksi tumbuh, kondisi perekonomian kuartal III kemungkinan akan tumbuh melambat, diakibatkan oleh sejumlah hambatan. Ini didasari pada pemulihan ekonomi Tiongkok pascapandemi yang melambat, sehingga menyebabkan perkiraan pertumbuhan konsensus diturunkan dengan cepat. 

"Namun, Indonesia saat ini memiliki salah satu suku bunga riil tertinggi di kawasan Asia Tenggara. Pengetatan moneter yang masih berlanjut diharapkan akan memberikan tekanan lebih lanjut dalam beberapa kuartal mendatang," kata Ibrahim.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Husen Miftahudin)