10.517 Anak Jadi Korban Kekerasan Hingga Pertengahan 2025

Ilustrasi. Medcom.id.

10.517 Anak Jadi Korban Kekerasan Hingga Pertengahan 2025

Riza Aslam Khaeron • 18 July 2025 15:30

Jakarta: Menjelang peringatan Hari Anak Nasional (HAN) yang akan dirayakan serentak di seluruh Indonesia pada 23 Juli 2025, data terbaru menunjukkan kondisi perlindungan anak di Tanah Air masih memprihatinkan.

Di pertengahan tahun ini, tercatat sebanyak 10.517 anak menjadi korban kekerasan, berdasarkan data resmi dari Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni-PPA) Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) hingga pertengahan Juli.

Melansir data Simfoni-PPA, korban kekerasan anak didominasi oleh kelompok usia 13–17 tahun dengan jumlah 5.965 korban. Disusul oleh kelompok usia 6–12 tahun sebanyak 3.343 korban, dan usia 0–5 tahun sebanyak 1.209 korban. Dengan angka ini, anak-anak menyumbang proporsi besar dari total korban kekerasan di Indonesia tahun 2025.

KPPA tidak membedakan jenis korban dewasa maupun anak-anak, namun Jenis kekerasan yang dialami para korban beragam, mulai dari kekerasan fisik, psikis, hingga kekerasan seksual. Dari total keseluruhan, kekerasan seksual tercatat sebagai bentuk paling dominan, dengan total 7.023 kasus, diikuti oleh kekerasan psikis sebanyak 4.798 kasus dan fisik sebanyak 5.325 kasus.

Sebagian besar kekerasan terhadap terjadi di dalam rumah tangga. Dari 10.004 korban yang mengalami kekerasan di rumah tangga, banyak di antaranya menjadi korban kekerasan dari orang tua, pasangan, atau anggota keluarga dekat lainnya.
 

Baca Juga:
Alasan Hari Anak Indonesia 23 Juli Tidak Ikut Perayaan Dunia

Data menunjukkan bahwa pelaku terbanyak berasal dari kalangan suami/istri (2.458 kasus), keluarga/saudara (857 kasus), dan orang tua (1.667 kasus). Ini menunjukkan bahwa kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) masih menjadi ancaman serius.

Mengutip catatan Simfoni-PPA, perempuan menjadi kelompok yang paling rentan, dengan 13.486 korban perempuan dibandingkan 3.269 korban laki-laki. 

Sebagian besar korban juga mengalami lebih dari satu bentuk kekerasan. Sebanyak 2.616 orang mengalami dua jenis kekerasan, 470 mengalami tiga jenis kekerasan, dan 26 bahkan menjadi korban lebih dari tiga bentuk kekerasan sekaligus. Hal ini menunjukkan kompleksitas trauma yang harus ditangani secara menyeluruh.

Menjelang HAN 2025 yang mengangkat tema "Anak Hebat, Indonesia Kuat Menuju Indonesia Emas 2045", momentum ini seharusnya menjadi pengingat bahwa perlindungan anak bukan sekadar seremoni. Negara dituntut hadir secara nyata, tidak hanya lewat kampanye dan slogan, tetapi juga melalui penegakan hukum, intervensi sosial, dan layanan pendampingan yang menjangkau hingga tingkat akar rumput.

Upaya perlindungan anak harus dilihat sebagai kewajiban kolektif, bukan sekadar program tahunan. Tanpa langkah tegas dan konsisten, mimpi menciptakan generasi emas hanya akan menjadi retorika kosong di tengah realitas kekerasan yang terus berulang.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Surya Perkasa)