Simpati Presiden ke Keluarga Koruptor Dinilai Salah Alamat

Presiden Prabowo Subianto. Foto: Setrpres.

Simpati Presiden ke Keluarga Koruptor Dinilai Salah Alamat

Tri Subarkah • 11 April 2025 12:00

Jakarta: Pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang memberikan simpati kepada keluarga koruptor dinilai salah alamat. Respons Kepala Negara dalam wawancara enam jurnalis senior itu dinilai bentuk ketidaktegasan dalam pemberantasan korupsi.

"Oleh karena itu, simpati yang disampaikan oleh Prabowo patut dipandang sebagai pernyataan kepala negara yang abai terhadap kondisi faktual dan aktual dari perkembangan kejahatan korupsi di Indonesia," kata peneliti ICW Yassar Aulia saat dikutip dari Media Indonesia, Jumat, 11 April 2025.

Berdasarkan kajian ICW, keluarga koruptor sering kali terlibat secara langsung sebagai pihak yang juga melakukan korupsi maupun tidak langsung sebagai pihak yang penampung atau penikmat hasil korupsi. Salah satu modus yang dilakukan adalah dengan melakukan pencucian uang untuk mengaburkan asal-usul hasil korupsi.

Menurut dia, memiskinkan koruptor adalah upaya efek jera yang sudah digagas lebih dari satu dekade lalu. Alih-alih ke keluarga korban, ICW berpendapat simpati itu semestinya diarahkan Presiden Prabowo terhadap masyarakat yang selama ini menjadi korban atas praktik korupsi.

"Ketidakadilan justru banyak dirasakan oleh korban korupsi ketimbang oleh koruptor dan keluarganya," ungkap dia.
 

Baca juga: 

Pengesahan RUU Perampasan Aset akan Tingkatkan Kepercayaan dalam Pemberantasan Korupsi


Selama ini, Yassar menilai pengenaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU juga tidak maksimal digunakan oleh penegak hukum. Berdasarkan catatan ICW terhadap kasus korupsi yang melibatkan keluarga, penegak hukum hanya mengenakan UU TPPU terhadap 8 persen atau 4 kasus dari 46 kasus yang diproses. 

Berdasarkan data yang dihimpun ICW selama 2019-2023, vonis kasus tipikor menunjukkan rata-rata pengembalian uang pengganti oleh koruptor ke kas negara hanya 13 persen dari total kerugian negara akibat korupsi. Total kerugian negara mencapai Rp234,8 triliun. 

Dengan demikian, Yassar menyebut bahwa pemerintah telah gagal dalam mengembalikan uang negara yang dicuri oleh koruptor. Padahal, pembahasan penegakan hukum korupsi semestinya naik kelas dan tidak hanya pada pengembalian kerugian negara, tapi juga pemulihan kerugian korban korupsi. 

"Dari pernyataan Prabowo yang keliru terkait pemaafan terhadap keluarga koruptor, maka ICW mendesak agar Presiden Prabowo segera mempercepat proses RUU Perampasan Aset. Hal ini untuk memberikan kejelasan sikap dan tindakan Prabowo terhadap upaya pemberantasan korupsi di Indonesia," ujar dia.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Anggi Tondi)