Gubernur nonaktif Riau Abdul Wahid (tengah). Foto: Tangkapan layar YouTube KPK RI.
Candra Yuri Nuralam • 19 November 2025 17:31
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami kasus dugaan pemerasan yang menjerat Gubernur nonaktif Riau Abdul Wahid. Sekretaris Daerah Pemerintah Provinsi (Sekda Pemprov) Riau, Syahrial Abdi, dipanggil penyidik, hari ini, 19 November 2025.
"Pemeriksaan akan dilakukan di Kantor Perwakilan BPKP Provinsi Riau," kata juru bicara KPK Budi Prasetyo melalui keterangan tertulis, Rabu, 19 November 2025.
KPK juga memanggil enam orang lain untuk mendalami kasus ini. Mereka yakni, Sekdis Provinsi Riau Ferry Yunanda, Sub Kontraktor Perencanaan Program PUPR Provinsi Riau Aditya Wijaya Raisnur Putra, dan PNS PUPR Riau Brantas Hartono.
Kemudian, Kasuke PUPR Provinsi Riau Deffy Herlina, Kabid Binamarga PUPR Provinsi Riau Zulfahmi, dan eks Kepala Bidang Bina Marga PUPR Provinsi Riau Teza Darsa. Informasi soal pemeriksaan mereka dibeberkan kepada publik setelah pemeriksaan rampung.
Uang pemerasan dalam kasus ini merupakan hasil potongan tambahan anggaran Provinsi Riau pada 2025. Total, Pemprov Riau mendapatkan Rp177,5 miliar, dari sebelumnya Rp71,6 miliar.
Juru bicara KPK Budi Prasetyo. Foto: Metrotvnews.com/Candra Yuri Nuralam.
Abdul Wahid meminta Rp7 miliar dari keseluruhan uang yang didapat Pemprov Riau. Permintaan uang disebut
‘jatah preman’ dan penyerahan uang disebut ‘7 batang’.
KPK menetapkan tiga tersangka dalam kasus ini. Yakni, Gubernur Riau Abdul Wahid, Kepala Dinas PUPR PKPP Provinsi Riau M Arief Setiawan, dan Tenaga Ahli Gubernur Riau Dani M Nursalam.
Dalam kasus ini, Abdul Wahid disangkakan melanggar Pasal 12e dan/atau Pasal 12f dan/atau Pasal 12B UU Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.