Revisi UU Pemilu Dinilai akan Selesaikan Tumpang Tindih Aturan dan Norma

Ketua Komisi II, Rifqinizamy Karsayuda. Dok. Istimewa

Revisi UU Pemilu Dinilai akan Selesaikan Tumpang Tindih Aturan dan Norma

Devi Harahap • 26 October 2025 16:38

Jakarta: Ketua Komisi II, Rifqinizamy Karsayuda, menilai revisi Undang-Undang (UU) Pemilu perlu dilakukan komprehensif untuk mengatasi persoalan krusial. Dia menyoroti tiga permasalahan utama yang selama ini menimbulkan kebingungan dan ketidakkonsistenan dalam pelaksanaan pemilu maupun pilkada.

“Kalau kita lihat konteks regulasi pemilu di Indonesia, baik itu undang-undang maupun peraturan di bawahnya seperti PKPU dan peraturan Bawaslu, setidaknya ada tiga persoalan krusial yang harus diselesaikan,” ujar Rifqi dalam keterangannya, Minggu, 26 Oktober 2025.

Menurut Rifqi, persoalan pertama adalah adanya tumpang tindih norma dan ketentuan yang mengatur hal serupa dalam undang-undang berbeda. Kondisi ini, kata dia, kerap memunculkan ketidakharmonisan antara aturan pemilu legislatif dan pilkada.

“Misalnya, pengaturan antara pemilu legislatif dan pilkada yang sama-sama diatur melalui PKPU, tapi substansinya bisa berbeda. Akibatnya, penyelenggara di lapangan sering menghadapi kekacauan dan kebingungan dalam penerapannya,” ujar Rifqi.

Dia melanjutkan persoalan kedua adalah banyaknya norma multitafsir dalam aturan kepemiluan yang menimbulkan interpretasi berbeda di tingkat pelaksana. 

“Banyak aturan pemilu dan pilkada mengandung norma yang multitafsir, dan ini seringkali menimbulkan kebingungan di lapangan bagi penyelenggara maupun peserta pemilu,” kata Rifqi.
 

Baca Juga: 

Kemendagri Tegaskan Perolehan Kursi DPRD DKI Mengacu pada UU Pemilu


Problem ketiga yang harus menjadi perhatian dalam revisi UU Pemilu adalah belum terakomodasinya realitas politik praktis di lapangan dalam perundang-undangan.

“Masih banyak persoalan politik praktis yang belum terakomodasi dengan baik di dalam aturan. Misalnya soal masa kampanye yang dibatasi hanya 65 atau 75 hari dengan berbagai larangan di dalamnya,” ungkap Rifqi.

Dia menjelaskan secara sosiologis dan substantif, batasan masa kampanye sering tidak sesuai dengan dinamika politik yang terjadi di masyarakat. 

“Kenyataannya, para politisi tetap melakukan aktivitas politik di luar masa kampanye resmi, tapi secara hukum sulit dijerat karena tidak ada aturan yang tegas. Jadi, secara substantif, penegakan hukumnya menjadi lemah,” tegas Rifqi.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Achmad Zulfikar Fazli)