Gedung MPR dan DPR. Foto: MI/Bary Fathahillah
Eko Nordiansyah • 18 April 2024 13:00
Jakarta: Komitmen pemerintah dan DPR terhadap pemberantasan korupsi dipertanyakan seiring dengan masih abu-abunya pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset. Padahal RUU ini sangat penting sebagai instrumen hukum yang menjadi palu godam pemberantasan korupsi di Indonesia.
Pengamat hukum Hardjuno Wiwoho mendesak pemerintah dan DPR segera mengesahkan RUU Perampasan Aset ini menjadi UU. Melalui aturan itu, negara dapat merampas aset yang berasal dari tindak pidana dan merugikan keuangan negara tanpa menunggu pembuktian perbuatan pidananya.
“Kenapa RUU perampasan Aset ini harus segera disahkan? Karena RUU Perampasan Aset instrumen memudahkan aparat penegak hukum dalam menegakkan keadilan dan mendukung agenda pemberantasan korupsi dan kejahatan ekonomi di tanah air,” kata dia kepada wartawan, Kamis, 18 April 2024.
Hal ini juga, menurut Hardjuno, sebagai bagian dari upaya berskala besar dalam mengoptimalkan pengembalian kerugian negara akibat tindak pidana korupsi. Apalagi, RUU Perampasan aset merupakan mandat usai Indonesia meratifikasi Konvensi PBB tentang UNCAC (UN Convention Against Corruption).
“Jadi, UU ini sangat penting sekali untuk konteks Indonesia saat ini. Dan sekaligus memberikan efek jera bagi siapapun yang melakukan tindakan korupsi yang merugikan rakyat dan negara,” ujarnya.
Sebenarnya, RUU Perampasan Aset telah dikaji dan diusulkan lebih dari satu dekade, sejak masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas tahun 2012. Sayang pada kenyataannya RUU Perampasan Aset tidak kunjung disahkan meski kembali masuk Prolegnas Prioritas pada 2023.
“Sampai saat ini pembahasan RUU Perampasan Aset belum tampak meskipun telah masuk dalam daftar prioritas pemerintah. Saya pikir, rakyat Indonesia wajib menagih komitmen pemerintah dan DPR atas RUU ini. Kita terus menyuarakan, kapan RUU ini disahkan menjadi UU. DPR kita, jangan melempem,” tuturnya.
Baca juga:
Pengamat Nilai Revisi UU MD3 Sulit Bergulir |