Ilustrasi. Foto: I Gede Suryantara, pegawai Direktorat Jenderal Pajak.
Ihfa Firdausya • 23 September 2025 09:07
Jakarta: Paparan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa dalam konferensi pers APBN KiTa Edisi September 2025 mengindikasikan masih adanya tantangan ekonomi yang serius.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara mencontohkan tekanan pada penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) badan.
PPN dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) hingga 31 Agustus tercatat Rp416,49 triliun atau turun 11,5 persen dari periode yang sama tahun lalu. Sementara realisasi PPh Badan tercatat sebesar Rp194,2 triliun atau turun 8,7 persen dari periode yang sama tahun lalu.
"Perfect storm masih berlanjut, tercermin dari tekanan penerimaan PPN yang berarti konsumsi melambat, dan PPh badan artinya perusahaan khususnya manufaktur alami penurunan laba," kata Bhima kepada Media Indonesia, dikutip Selasa, 23 September 2025.
Menteri Keuangan juga melaporkan defisit APBN 2025 per 31 Agustus sebesar Rp321,6 triliun atau 1,35 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).
"Paparan Purbaya mengindikasikan adanya tantangan ekonomi yang serius sehingga dibutuhkan fiskal yang ekspansif di 2026. Yang terpenting sekarang adalah skala prioritas dimana fiskal ekspansif untuk jawab kebutuhan industri padat karya, UMKM, dan konsumen kelompok menengah ke bawah," ungkap Bhima.
Ia juga mendorong menteri keuangan lebih berani menggeser anggaran program prioritas seperti makan bergizi gratis (MBG) yang serapannya masih rendah, atau alokasi ke Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih yang berisiko tinggi.
"Di sini peran Purbaya diuji, fiskal ekspansif tidak sekedar belanja makin besar dan defisit melebar namun berkaitan dengan kualitas pemulihan motor ekonomi," tegas Bhima.
Baca juga: Kenaikan Gaji ASN Butuh Tambahan Anggaran Minimal Rp14,24 Triliun |