Ilustrasi. Foto: Freepik.com
Putri Purnama Sari • 9 November 2025 17:26
Jakarta: Kasus ledakan di SMA Negeri 72 Kelapa Gading, Jakarta Utara yang melibatkan pelajar sebagai pelaku diduga dipengaruhi oleh konten media sosial (medsos). Hal ini diungkapkan Ketua KPAI Margaret Aliyatul Maimunah.
"Dari hasil pengawasan, ternyata ada dugaan bahwa ada pengaruh konten di medsos," kata Margaret dikutip Minggu, 9 November 2025.
Margaret menyebut, kasus ini menjadi peringatan keras tentang dampak negatif media sosial bagi anak-anak. Oleh karena itu, ia meminta para orang tua agar dapat memberikan ekstra pengawasan kepada anak-anaknya. Tak hanya di dunia nyata, tetapi juga di dunia maya.
"Tentu juga atensi kepada seluruh orang tua, ternyata upaya pengawasan kepada anak tidak hanya terkait dengan aktivitas di dunia nyata tetapi juga aktivitas anak-anak saat berada di dunia maya atau di dunia siber," tambahnya.
Margaret juga meminta kepada Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) agar melakukan sistem perlindungan yang lebih ketat terhadap konten negatif di media sosial.
"Saya kira ini perlu menjadi atensi, terutama Komdigi mungkin butuh ada upaya sistem perlindungan yang lebih ketat lagi terkait dengan konten-konten negatif apapun itu bentuk konten negatifnya. Supaya bisa memberikan perlindungan kepada anak-anak," lanjutnya.
Media Sosial Bermanfaat atau Merugikan?
Media sosial sejatinya memiliki banyak manfaat dari sarana komunikasi, edukasi, hingga hiburan. Namun di sisi lain, platform digital ini juga bisa menjadi sumber penyebaran informasi keliru, konten ekstrem, hingga ide-ide berbahaya.
Ketika tidak disertai pengawasan dan literasi digital yang baik, media sosial dapat menjerumuskan penggunanya, terutama kalangan muda, pada perilaku negatif yang berdampak luas.
Lantas, apa saja dampak negatif media sosial dalam kehidupan sehari-hari terutama bagi generasi muda? Dilansir dari berbagai sumber, berikut adalah dampak negatifnya.
Dampak Negatif Media Sosial bagi Generasi Muda
1. Paparan Konten Kekerasan dan Radikalisme
Seperti kasus pelaku ledakan SMAN 72, media sosial dapat menjadi wadah penyebaran konten ekstrem yang memengaruhi cara berpikir anak muda. Algoritma media sosial sering kali menampilkan konten serupa berdasarkan riwayat pencarian, sehingga pengguna tanpa sadar terus terpapar ide berbahaya.
2. Kecanduan dan Penurunan Produktivitas
Waktu berlebihan di media sosial dapat menyebabkan kecanduan digital. Remaja yang terlalu sering berselancar di dunia maya berisiko menurun konsentrasinya dalam belajar, berkurang interaksi sosial langsung, dan kehilangan motivasi untuk berkembang di dunia nyata.
3. Penyebaran Hoaks dan Misinformasi
Informasi palsu mudah tersebar luas di platform media sosial. Tanpa kemampuan berpikir kritis, generasi muda bisa saja percaya begitu saja dan bahkan ikut menyebarkannya, memperburuk situasi sosial.
4. Gangguan Mental dan Perbandingan Sosial
Media sosial sering menampilkan citra palsu tentang kebahagiaan atau kesuksesan orang lain. Hal ini dapat memicu perasaan rendah diri, stres, bahkan depresi pada remaja yang belum memiliki kestabilan emosi.
5. Cyberbullying dan Kekerasan Daring
Salah satu sisi paling gelap media sosial adalah munculnya perundungan digital. Banyak remaja menjadi korban ejekan, fitnah, atau ancaman di dunia maya, yang dapat berujung pada trauma psikologis jangka panjang.
Peran Orang Tua dan Pendidikan Digital
Kasus pelaku ledakan di SMAN 72 menunjukkan pentingnya pendampingan dan pengawasan orang tua dalam penggunaan media sosial. Orang tua perlu memahami aktivitas daring anak, membatasi waktu penggunaan, serta menanamkan nilai kritis dan moral sejak dini.
Selain itu, sekolah dan pemerintah juga memiliki peran penting dalam meningkatkan literasi digital, mengajarkan siswa cara memilah informasi, berpikir rasional, dan memahami konsekuensi hukum dari aktivitas online.