Ilustrasi. Foto: Dok istimewa
Eko Nordiansyah • 4 November 2025 09:09
Jakarta: Mata uang rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terpantau melemah lagi pada pembukaan perdagangan pagi, Selasa, 4 November 2025. Mata uang Garuda pagi ini tak kuasa menahan penguatan yang dialami dolar AS.
Mengutip data Bloomberg, nilai tukar rupiah terhadap USD dibuka ke level Rp16.707 per USD. Mata uang Garuda tersebut melemah 31 poin atau setara 0,19 persen dari posisi sebelumnya Rp16.674 per USD pada penutupan perdagangan kemarin.
Sementara itu, data Yahoo Finance justru menunjukkan rupiah berada di posisi Rp16.659 per USD. Rupiah terpantau melemah dari sebelumnya di level Rp16.650 per USD.
 

(Ilustrasi rupiah. Metrotvnews.com/Eko Nordiansyah)
Analis mata uang sekaligus Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuabi menganggap, pelemahan nilai tukar (kurs) rupiah dipengaruhi pernyataan Gubernur Federal Reserve (The Fed) Jerome Powell yang meredam optimisme investor terkait potensi pemangkasan suku bunga lebih lanjut.
“Meskipun Federal Reserve telah memutuskan untuk memangkas suku bunga sebesar 25 basis points (bps) pekan lalu, namun komentar Ketua Fed Jerome Powell bahwa pemangkasan suku bunga lebih lanjut bukanlah sesuatu yang pasti,” ujarnya dalam keterangan tertulis dikutip dari Antara.
Nada kehatian-hatian yang disuarakan oleh pejabat The Fed lainnya, telah mendorong pasar untuk mengurangi ekspektasi pemangkasan suku bunga lagi pada bulan Desember 2025.
Presiden The Fed Kansas City Jeff Schmid menyampaikan bahwa sektor pekerjaan masih stabil dan inflasi AS masih tinggi. Begitu pula dengan Presiden Federal Reserve Bank Dallas Lorie Logan yang menyinggung hal serupa, dan menentang pemangkasan suku bunga The Fed apabila inflasi tak menurun.
Adapun Presiden Fed Cleveland Beth Hammack menyatakan, suku bunga tinggi masih diperlukan untuk menurunkan suku bunga.
Sentimen lain berasal dari penutupan pemerintah AS yang telah memasuki pekan kelima.
Para senator AS dijadwalkan untuk kembali bersidang pada hari ini, tetapi perundingan tetap mandek kendati Presiden AS Donald Trump mendesak Partai Republik untuk mengakhiri filibuster (taktik parlementer untuk menunda atau mencegah pemungutan suara terhadap Rancangan Undang-Undang/RUU) guna mendorong RUU Pendanaan.
“Penutupan pemerintah ini telah menunda rilis data ekonomi utama AS dan meningkatkan kekhawatiran atas dampaknya terhadap perekonomian secara lebih luas,” ucap Ibrahim.