Harga Minyak Naik Tipis, Prospek Jangka Pendek Masih Rentan Tekanan

Ilustrasi. Foto: Freepik.

Harga Minyak Naik Tipis, Prospek Jangka Pendek Masih Rentan Tekanan

Husen Miftahudin • 10 September 2025 11:10

Jakarta: Harga minyak mentah dunia tercatat menguat tipis pada perdagangan Rabu, 10 September 2025. Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) naik 36 sen atau 0,57 persen menjadi USD62,99 per barel, setelah sehari sebelumnya juga sempat menguat 37 sen ke kisaran USD62,63 per barel.

Menurut analis Dupoin Indonesia Andy Nugraha, kenaikan ini dipicu oleh kabar Israel melancarkan serangan terhadap kepemimpinan Hamas di ibu kota Qatar, Doha. Namun, dorongan positif tersebut tidak bertahan lama karena pasar menilai eskalasi konflik tidak akan meluas.

Perdana Menteri Qatar menegaskan serangan tersebut berpotensi menggagalkan perundingan damai Hamas-Israel, tetapi Amerika Serikat segera memberikan sinyal insiden serupa tidak akan kembali terjadi di wilayah Doha.

"Respons harga yang relatif terbatas ini menunjukkan pelaku pasar kini lebih berhati-hati, dengan mempertimbangkan bahwa ketegangan geopolitik tidak selalu berujung pada ancaman pasokan energi secara langsung," jelas Andy, dikutip dari analisis hariannya, Rabu, 10 September 2025.

Selain faktor geopolitik, kebijakan energi internasional juga menjadi sorotan. Presiden AS Donald Trump mendorong Uni Eropa untuk memberlakukan tarif terhadap pembeli minyak Rusia, khususnya Tiongkok dan India. Kedua negara tersebut merupakan konsumen utama yang selama ini menopang ekspor minyak Rusia meski berhadapan dengan sanksi berat sejak 2022.

Jika kebijakan tarif benar-benar diterapkan, pasokan global bisa mengetat dan memberi sinyal bullish bagi harga minyak. Namun, pasar masih bersikap skeptis karena langkah agresif semacam itu berpotensi menekan inflasi dan mengganggu agenda Federal Reserve untuk memangkas suku bunga.
 

Baca juga: Kenaikan Harga Minyak Dunia Masih 'Los Dol'
 

Prospek minyak tetap rapuh


Dari sisi fundamental, prospek minyak tetap rapuh. Laporan Badan Informasi Energi AS (EIA) menyebutkan harga global kemungkinan akan berada di bawah tekanan dalam beberapa bulan mendatang, seiring meningkatnya produksi OPEC+ yang memicu kenaikan persediaan.

"Kondisi kelebihan pasokan ini membatasi ruang penguatan harga, meskipun terdapat potensi gangguan dari konflik politik," ungkap Andy.

Ekspektasi pasar kini juga tertuju pada keputusan Federal Reserve, yang diperkirakan akan memangkas suku bunga dalam pertemuan pekan depan. Kebijakan tersebut dinilai dapat mendorong aktivitas ekonomi dan meningkatkan permintaan energi.

"Namun, hingga keputusan resmi diumumkan, pelaku pasar cenderung berhati-hati dalam mengambil posisi jangka panjang," ucap Andy.


(Ilustrasi pergerakan harga minyak. Foto: dok ICDX)
 

Harga minyak bergerak dalam kisaran terbatas


Dari perspektif teknikal, Andy Nugraha menilai tren bearish pada WTI mulai kehilangan momentum. Berdasarkan kombinasi pola candlestick dan indikator Moving Average, harga minyak menunjukkan sinyal konsolidasi.

"Jika tekanan bearish kembali berlanjut, potensi pelemahan bisa membawa harga turun ke USD61,7 per barel. Namun, bila harga gagal menembus level tersebut, peluang rebound menuju area USD63,6 per barel cukup terbuka," jelas Andy.

Ia menambahkan, pergerakan harga minyak hari ini kemungkinan masih bergerak dalam kisaran terbatas sambil menunggu katalis baru, baik dari perkembangan geopolitik maupun kebijakan moneter global.

"Pasar sedang berada pada fase menimbang, sehingga arah baru harga minyak kemungkinan akan terbentuk setelah keputusan The Fed dan dinamika lebih lanjut di Timur Tengah," papar Andy.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Husen Miftahudin)