Eks Direktur Eksekutif LPEI Diduga Beri Perpanjang Kredit ke Perusahaan Tak Layak

Gedung Merah Putih KPK. Foto: Metrotvnews.com/Candra.

Eks Direktur Eksekutif LPEI Diduga Beri Perpanjang Kredit ke Perusahaan Tak Layak

Candra Yuri Nuralam • 16 May 2025 08:43

Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga adanya perusahaan tak layak, namun, mendapatkan perpanjangan fasilitas kredit dari Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Informasi itu diulik dengan memeriksa mantan Direktur Eksekutif LPEI Sinthya Roesly (SR) pada Kamis, 15 Mei 2025.

“Saksi saudara SR, penyidik mendalami alasan pemberian perpanjangan fasilitas kredit pada perusahaan yang tidak layak,” kata juru bicara KPK Budi Prasetyo melalui keterangan tertulis, Jumat, 16 Mei 2025.

Budi mengatakan, fasilitas kredit tambahan kepada perusahaan itu diduga berkaitan dengan kasus korupsi yang tengah diusut. Namun, dia enggan memerini nama kantor yang diulik penyidik.

KPK juga memeriksa mantan pegawai LPEI Wahyu Priyo Rahmanto (WPR), kemarin. Dia diminta memberikan keterangan soal penambahan fasilitas kredit dari LPEI kepada perusahaan yang tidak sehat.
 

Baca juga: 

KPK Endus Modus Side Streaming dalam Kasus Korupsi di LPEI


“Saksi didalami terkait alasan atau dasar pemberian tambahan fasilitas kredit kepada perusahaan yang diduga sudah tidak sehat,” ujar Budi.

KPK menambah lima tersangka dalam kasus ini. Mereka yakni Direktur Pelaksana I LPEI Dwi Wahyudi, Direktur Pelaksana 4 LPEI Arif Setiawan, Presiden Direktur PT Caturaksa Megatunggal Jimmy Masrin, Direktur Utama PT Petro Energy Newin Nugroho, dan Direktur Keuangan PT Petro Energy Susy Mira Dewi Sugiarta.

Sejatinya, ada sebelas debitur yang berkaitan dengan kasus korupsi fasilitas kredit di LPEI ini. Mereka semua diduga membuat negara merugi Rp11,7 triliun.

Lima tersangka ini berkaitan dengan pinjaman PT PE di LPEI. Tiap debitur memberikan kerugian negara berbeda dalam kasus ini.

Sebelumnya, KPK mengungkapkan modus rasuah dalam perkara ini. Para tersangka menggunakan skema ‘tambal sulam’ untuk meraup keuntungan.

‘Tambal sulam’ merupakan modus korupsi untuk mendapatkan uang dengan cara meminta pinjaman untuk menutup kerugian sebelumnya. Para tersangka menggunakan banyak perusahaan untuk mendapatkan fasilitas kredit.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Anggi Tondi)