Putusan PK Alex Denni Dinilai Jadi Momentum Perbaikan Sistem Peradilan

Mantan Deputi SDM Kementerian PANRB, Alex Denni (kanan), dan Ketua Badan Pengurus Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Julius Ibrani (kiri). Metrotvnews.com/Fikar

Putusan PK Alex Denni Dinilai Jadi Momentum Perbaikan Sistem Peradilan

Achmad Zulfikar Fazli • 16 May 2025 20:11

Jakarta: Mahkamah Agung (MA) mengabulkan peninjauan kembali (PK) yang diajukan mantan Deputi SDM Kementerian PANRB, Alex Denni, dengan nomor perkara 1091PK/Pid.Sus/2025. Putusan ini dinilai sebagai buah dari perjuangan selama 20 tahun menghadapi kasus dugaan korupsi yang dituduhkan kepada Alex Denni.

“Alhamdulillah PK sudah dikabulkan, mudah-mudahan ini jadi momentum perbaikan hukum,” ujar Alex di Jakarta, Jumat, 16 Mei 2025.

Alex menilai putusan ini menunjukkan perlu adanya perbaikan dalam sistem peradilan di Indonesia. Apalagi, pemerintah mencanangkan Indonesia Emas 2045.

“(Harus) ada perbaikan serius kalau mau maju menuju Indonesia emas. Kalau penegak hukum tidak kita perbaiki, lupakan Indonesia emas,” tegas dia.

Kejanggalan Prosedur

Dia membeberkan ada kejanggalan prosedur yang dilakukan aparat penegak hukum dalam perkaranya. Kejanggalan pertama, dia mengaku ditangkap di bandara sepulang dari luar negeri karena mangkir dari panggilan Mahkamah Agung dan dinyatakan masuk daftar pencarian orang (DPO) sejak 2013.

“Katanya Mahkamah Agung 2013 sudah menolak putusan kasasi. Padahal korupsinya sudah dianggap tidak ada oleh MA sendiri,” ujar dia.

Dia heran dengan tudingan menjadi DPO sejak 2013-2024. Padahal, selama ini dia menduduki jabatan di perusahaan BUMN. Bahkan, dia sempat membantu Menteri BUMN Erick Thohir di Kementerian BUMN pada 2020-2021.

Kejanggalan kedua, dia tidak pernah menerima salinan kasasi, dan tak pernah menerima surat panggilan dari MA hingga akhirnya ditangkap di bandara pada 11 Juli 2024.

“Semua putusan tidak ada sampai dengan 2024, tidak pernah dipublikasikan,” ujar dia.

Selama menjalani proses hukum dalam kasus dugaan korupsi di PT Telkom, dia juga sudah menjalani hukuman pidana penjara di Lapas Sukamiskin selama kurang lebih tujuh bulan dan membayar denda pidananya.

“Saya sudah menjalani pidana penjara di sukamiskin, saya juga sudah bayar kerugian negara, meskipun di situ tidak ada kerugian negaranya, tidak ada korupsinya,” ujar dia.
 
Baca Juga: 

MA Kabulkan Kasasi terkait Pailit PT KY


Ketua Badan Pengurus Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Julius Ibrani mengatakan, pada intinya, amar putusan menjelaskan, Majelis Hakim mengabulkan permohonan PK yang diajukan oleh Alex Denni.

Putusan PK ini juga membatalkan putusan Mahkamah Agung Nomor 163 K/Pid.Sus/2013 tanggal 26 Juni 2013, jo Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tinggi Bandung Nomor 166/Pid/2008/PT.BDG pada 20 Juni 2008, jo Putusan Pengadilan TIndak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Bandung Nomor 1460/PID/B/2006/PN.Bdg pada 29 Oktober 2007.

Selain itu, Majelis Hakim di Tingkat PK mengadili kembali perkara tersebut dengan putusan bebas. Artinya, Alex Denni dinyatakan tidak terbukti bersalah sehingga Majelis Hakim membebaskannya dari dakwaan.

“Berdasarkan informasi di laman Mahkamah Agung, status perkara sudah diputus dan saat ini sedang dalam proses minutasi," ujar Julius.

Menurut Julius, dikabulkannya permohonan PK yang diajukan Alex Denni oleh MA membuktikan selama ini rekayasa hukum pada perkara Alex Denni nyata adanya. Hal ini ditandai banyaknya kejanggalan yang terjadi dalam perkara Alex Denni, baik secara prosedural maupun substansial.

Secara prosedural, Julius mencontohkan, kejanggalan terletak pada putusan dan relaas yang tidak pernah disampaikan maupun komposisi majelis hakim yang melibatkan hakim militer.

Sementara itu, secara substantif, kejanggalan terlihat pada penerapan Pasal 55 KUHP terkait penyertaan namun hanya terhadap satu orang saja yang bukan penyelenggara negara. Berbagai kejanggalan ini menciptakan disparitas hukum yang dalam kebijakan MA
dilarang.

Julius menambahkan, hasil eksaminasi PBHI dan 3 Ahli Pidana terhadap 9 Putusan berhasil membongkar kebobrokan proses peradilan hingga rekayasa putusan pengadilan, dengan satu kesimpulan, kasus Alex Denni murni kriminalisasi.

Dari kasus Alex Denni, terpampang jelas proses peradilan justru membawa ketidakadilan, sehingga kebenaran harus diperjuangkan.

Putusan Majelis Hakim di tingkat PK yang membatalkan putusan sebelumnya juga menunjukkan selama ini memang terjadi kesalahan dan kekhilafan yang nyata yang dilakukan oleh Majelis Hakim di tingkat kasasi, tingkat banding, maupun tingkat pertama.

Kekhilafan tersebut telah mengakibatkan peradilan sesat atau miscarriage of justice, proses hukum yang tidak adil dan menghasilkan keputusan yang salah sehingga merugikan Alex Denni.

Putusan PK yang menyatakan Alex Denni bebas (Vrijspraak) dan tidak korupsi, beserta segala temuan PBHI atas kejanggalan prosedur dan substansinya, patut menjadi momentum perbaikan sistem peradilan di bawah Mahkamah Agung.

"Putusan PK ini menandakan bahwa perjuangan telah membuahkan hasil. Alex Denni hanyalah satu dari jutaan korban peradilan sesat. Putusan ini sekaligus menandakan bahwa masih ada harapan bagi tegaknya keadilan di Indonesia meski kadang kala harus melibatkan partisipasi dan atensi publik," ujar Julius.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Achmad Zulfikar Fazli)