epala Bagian Hubungan Masyarakat dan Relasi Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) Universitas Trisakti, Wildan Arif Husen. Tangkapan layar.
Fachri Audhia Hafiez • 18 June 2025 14:09
Jakarta: Perwakilan dari Universitas Trisakti mengusulkan agar penjemputan paksa terhadap tersangka atau saksi yang mangkir pemanggilan penyidik harus melalui izin pengadilan negeri setempat. Usulan itu diharapkan tercantum dalam ayat tambahan di Pasal 30 Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Hal itu disampaikan Kepala Bagian Hubungan Masyarakat dan Relasi Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) Universitas Trisakti, Wildan Arif Husen. Wildan mengusulkan itu saat rapat dengar pendapat umum (RDPU) terkait revisi KUHAP di Komisi III DPR.
"Di ayat 3-nya, tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan 2 hanya dapat dilakukan setelah memperoleh izin tertulis dari ketua pengadilan negeri setempat," kata Wildan di Ruang Komisi III DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 18 Juni 2025.
Pada Pasal 30 ayat 1 draf revisi KUHAP disebutkan bahwa dalam hal tersangka atau saksi yang dipanggil tidak datang dengan memberi alasan yang sah dan patut kepada penyidik yang melakukan pemeriksaan, penyidik tersebut datang ke tempat kediamannya untuk melakukan pemeriksaan.
Lalu, pada ayat 2 dalam hal tersangka dan/atau saksi menghindar dari pemeriksaan, penyidik dapat langsung mendatangi kediaman tersangka dan/atau saksi tanpa terlebih dahulu dilakukan pemanggilan.
Baca juga: Pembahasan RUU KUHAP di Tingkat Pemerintah akan Rampung Pekan Ini |