Gugatan UU IKN Dikabulkan, MK Batasi Jangka Waktu Hak Atas Tanah Jadi 35 Tahun

Ilustrasi IKN Nusantara. Kementerian PUPR

Gugatan UU IKN Dikabulkan, MK Batasi Jangka Waktu Hak Atas Tanah Jadi 35 Tahun

Devi Harahap • 13 November 2025 14:02

Jakarta: Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (IKN) dengan Nomor Perkara 185/PUU-XXII/2024. Dalam putusannya, MK menyatakan beberapa ketentuan dalam Pasal 16A ayat (1), (2), dan (3) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.

Pasal tersebut dianggap Mahkamah memberikan hak atas tanah di wilayah IKN dalam jangka waktu yang terlalu panjang, tanpa batas evaluasi yang jelas.

“Mahkamah mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian. Menyatakan Pasal 16A ayat (1), (2), dan (3) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2023 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai sesuai dengan kriteria dan tahapan evaluasi yang telah ditentukan,” ujar Hakim Konstitusi Suhartoyo saat membacakan amar putusan di Gedung MK, Kamis, 13 November 2025.

Dalam pertimbangannya, MK menilai pasal-pasal tersebut membuka peluang pemberian Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), dan Hak Pakai (HP) di IKN hingga 190 tahun (dua siklus 95 tahun), yang bertentangan dengan prinsip penguasaan negara atas tanah untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat sebagaimana diatur dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945.

Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah menjelaskan substansi permohonan para pemohon berfokus pada lamanya jangka waktu pemberian hak atas tanah di wilayah IKN yang jauh melampaui ketentuan dalam UUPA.

“Para Pemohon mempersoalkan jangka waktu pemberian hak atas tanah di wilayah IKN yang dapat diberikan kembali untuk satu siklus kedua, yang berarti jauh melebihi batas waktu sebagaimana ditentukan dalam UUPA,” kata Guntur.
 

Baca Juga: 

Jadi Ibu Kota Politik, Otorita IKN Siapkan Sumber Daya Kuat Mental hingga Berwawasan


Mahkamah menilai jangka waktu tersebut dapat menimbulkan dominasi penguasaan tanah oleh pihak tertentu dan mengurangi kontrol negara terhadap penggunaan tanah di wilayah IKN.

“Norma demikian jelas berpotensi mengurangi makna ‘hak menguasai oleh negara’ sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945. Negara tetap harus memastikan tanah dikelola sesuai dengan tujuan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat,” tegas Guntur.

Mahkamah juga merujuk pada Putusan MK Nomor 21-22/PUU-V/2007 yang pernah menguji Pasal 22 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.

Dalam putusan itu, MK menegaskan pemberian, perpanjangan, dan pembaruan hak atas tanah harus dilakukan berdasarkan evaluasi yang ketat terhadap pemanfaatan tanah dan kepatuhan pada peraturan.

Atas dasar itu, MK menyatakan Pasal 16A ayat (1), (2), dan (3) UU IKN harus dimaknai ulang. Untuk HGU, jangka waktu maksimal adalah 35 tahun untuk pemberian hak, 25 tahun untuk perpanjangan, dan 35 tahun untuk pembaruan.

Untuk HGB dan HP, masing-masing diberikan dengan tahapan 30 tahun pemberian, 20 tahun perpanjangan, dan 30 tahun pembaruan.

“Artinya, batas waktu maksimal sebagaimana dimaksud dapat diperoleh sepanjang memenuhi kriteria dan tahapan evaluasi. Prinsipnya, hak atas tanah tidak boleh diberikan secara mutlak tanpa pengawasan negara,” ujar Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih.


Hakim Mahkamah Konstitusi/Antara

Enny menegaskan penjelasan Pasal 16A UU IKN yang semula menambahkan rumusan tentang satu siklus pertama dan dapat diberikan kembali untuk satu siklus kedua, telah memperluas makna norma. Sehingga, dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

“Penjelasan tidak boleh memperluas atau mengubah isi norma di batang tubuh. Rumusan yang memberi ruang dua siklus hak atas tanah bertentangan dengan prinsip keadilan dan keberlanjutan pengelolaan sumber daya,” tegas Enny.

Dengan putusan ini, MK menegaskan pemberian hak atas tanah di wilayah IKN harus mengikuti prinsip dan batas waktu yang diatur dalam peraturan agraria nasional, bukan melalui skema dua siklus yang berpotensi memperpanjang penguasaan lahan oleh investor tertentu.

Selain itu, penjelasan Pasal 16A ayat (1) UU 21/2023 dinyatakan tidak diperlukan lagi karena substansinya telah diatur dan dimaknai langsung dalam norma pasal tersebut sebagaimana diputuskan Mahkamah.

Sebelumnya, para pemohon mendalilkan terdapat dua regulasi berbeda mengenai jangka waktu HGU, HGB dan Hak Pakai, yaitu dengan diberlakukan Pasal 16A ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) UU IKN dan aturan sama terdapat dalam Pasal 9 Perpres Nomor 75 Tahun 2024 tentang Percepatan Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN).

Selain itu, Pemohon mengungkapkan UU IKN dan Perpres Nomor 75 Tahun 2024 tentang Percepatan Pembangunan IKN tidak mengatur secara jelas pihak-pihak yang berhak memiliki HGU, HGB, dan Hak Pakai.

Pemohon menegaskan pemberian hak atas tanah dengan durasi yang terlalu lama dapat mengorbankan kepentingan generasi mendatang. Hal ini, menurut dia, membuka peluang bagi pihak asing untuk menguasai tanah di IKN dalam jangka waktu yang sangat panjang.

Pemohon meminta Majelis Hakim Konstitusi mengabulkan permohonan untuk seluruhnya. Pemohon juga meminta agar Pasal 16A ayat (1), ayat (2), dam ayat (3) UU IKN bertentangan dengan UUD 1945 atau meminta agar Pasal 16A ayat (1), ayat (2), dam ayat (3) UU IKN khusus jangka waktu HGU dan Hak Pakai maksimal 25 tahun dan HGU dengan jangka waktu maksimal 20 tahun.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Achmad Zulfikar Fazli)