Direktur PPA-PPO Bareskrim Polri Brigjen Nurul Azizah. Foto: Metrotvnews.com/Siti Yona Hukmana.
Jakarta: Direktorat Tindak Pidana Perlindungan Perempuan dan Anak dan Pemberantasan Perdagangan Orang (Dit PPA-PPO) Bareskrim Polri menyoroti kasus pencabulan 31 anak di Jepara, Jawa Tengah (Jateng). Korps Bhayangkara dipastikan akan menindak tegas pelaku.
"Polri berkomitmen penuh untuk menindak tegas setiap bentuk kekerasan seksual, serta menjamin penegakan hukum yang berkeadilan dan berpihak pada korban," kata Direktur PPA-PPO Bareskrim Polri Brigjen Nurul Azizah dalam keterangan tertulis, Kamis, 1 Mei 2025.
Di sisi lain, Nurul mengimbau masyarakat meningkatkan kepedulian dan pengawasan lingkungan, terutama terhadap aktivitas yang berpotensi membahayakan perempuan dan anak, baik secara fisik maupun digital. Ia meminta masyarakat untuk segera melaporkan setiap dugaan kekerasan seksual.
"Bisa kepada kepolisian atau kanal resmi pengaduan Polri 110, sapa 129 (KemenPPPA), tepsa 1500771 (Kemensos), dengan jaminan kerahasiaan dan perlindungan terhadap pelapor dan korban," ujar jenderal polisi wanita (polwan) bintang satu itu.
Kemudian, Nurul meminta masyarakat untuk mendukung korban secara empatik dan hindari reviktimisasi terhadap korban. Lalu, mendorong akses terhadap layanan penanganan, perlindungan, dan pemulihan termasuk pelayanan psikologis, medis, dan
hukum.
Lebih lanjut, terkait kasus predator anak yang tengah ditangani Polda Jateng, Nurul mengatakan ada sejumlah langkah konkrit yang dilakukan Polri, khususnya Dit PPA-PPO. Pertama, memberikan bantuan terhadap penanganan kasus tersebut.
"Dan bantuan teknis dilakukan oleh Puslabfor dan Pusident Bareskrim Polri serta Pusdokkes Polri," ucap Nurul.
Kedua, Dit PPA-PPO akan bersinergi dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dalam pemantauan, pengawasan, dan advokasi perlindungan anak. Ketiga, berkoordinasi aktif dengan UPTD PPA, UPT Bidang Sosial, rumah sakit, dan lembaga berbasis masyarakat di daerah untuk memastikan respons cepat terhadap pelayanan, pelindungan dan pemulihan korban.
"Termasuk layanan psikologi dan tenaga profesional lainnya, untuk memberikan layanan pendampingan dan pemulihan yang holistik," tutur Nurul.
Keempat, memperluas kemitraan lintas sektor guna memperkuat sistem perlindungan perempuan dan anak yang komprehensif dan berkelanjutan. Di sisi lain, sebagai bentuk kesungguhan dalam menciptakan ruang aman bagi perempuan dan anak serta kelompok rentan lainnya, Polri disebut terus meningkatkan rangkaian kegiatan
rise and speak. “berani bicara selamatkan sesama”.
Nurul menjelaskan
rise and speak adalah rangkaian kegiatan strategis untuk melakukan edukasi, sosialisasi, dan internalisasi dalam rangka mendorong kesadaran masyarakat tentang pentingnya pelindungan terhadap perempuan, anak dan kelompok rentan lainnya. Meningkatkan kapasitas aparat penegak hukum dan mendorong meningkatnya kolaborasi antar stakeholder untuk bersama-sama melakukan pencegahan, penanganan, pelindungan, dan pemulihan terhadap korban kekerasan terhadap perempuan, anak dan kelompok rentan lainnya.
"Program ini memiliki sasaran di semua kalangan dan dilaksanakan di seluruh Indonesia," ungkap mantan Kabag Penum Divisi Humas Polri itu.
Dengan semangat tersebut, Nurul mengajak seluruh elemen bangsa untuk bersama-sama bangkit dan bersuara melawan kekerasan terhadap perempuan, anak dan kelompok rentan lainnya.
"Lindungi yang rentan. hukum yang melanggar, pulihkan yang terluka," pungkas Nurul.
Seorang pemuda berusia 21 tahun di Jepara, Jateng menjadi predator anak melalui media sosial dengan korban lebih 31 orang. Pengungkapan kasus berawal dari laporan orang tua salah satu korban. Dari hasil penyelidikan, terungkap pelaku telah mencabuli 31 anak di bawah umur berusia antara 12 hingga 17 tahun.
Modus pelaku yaitu mengenal korban melalui media sosial. Setelah berkenalan, pelaku merayu korban untuk mengirim foto dan video tidak senonoh yang kemudian digunakan untuk mengancam korban melakukan hubungan seksual. Pada setiap aksinya, pelaku merekam adegan cabul dan menyimpannya di memori ponsel.
Polisi masih melakukan pengembangan kasus ini karena diduga masih ada korban lain yang belum melapor. Pelaku dijerat dengan pasal tentang pencabulan Undang-Undang ITE dan Persetubuhan Anak di Bawah Umur dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara.