Indekos lokasi Diplomat Kemenlu ditemukan tewas. Foto: Metrotvnews.com/Christian
Farhan Zhuhri • 29 July 2025 20:11
Jakarta: Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto menilai polisi perlu lebih terbuka menjelaskan motif dugaan bunuh diri yang kerap terjadi di tengah masyarakat. Hal ini disampaikan menanggapi kasus kematian diplomat Kementerian Luar Negeri (Kemlu), Arya Daru Pangayunan, 39, yang ditemukan meninggal dunia di dalam kamar indekos beberapa waktu lalu.
Dia menyebut keterbukaan motif menjadi bagian penting dari kontrol sosial dan mencegah spekulasi liar di ruang publik.
“Mungkin saja seseorang melakukan aksi mengakhiri hidupnya, karena setiap orang punya sisi gelap. Tapi itu sangat bergantung pada kemampuan mental dan spiritual masing-masing dalam mengelola dorongan tersebut,” kata Bambang saat dihubungi Media Indonesia, Selasa, 29 Juli 2025.
Dia menyoroti pernyataan resmi dari kepolisian terkait kasus-kasus semacam itu sering kali hanya menjelaskan cara atau modus yang digunakan, tanpa membeberkan motif secara jelas. Menurut dia, hal tersebut memicu ketidakpercayaan publik.
“Modus memang bisa diungkap, tapi motifnya sering kali hanya disebut sebagai informasi internal keluarga, dengan dalih etis. Padahal publik juga berhak tahu, karena ini menyangkut evaluasi bersama terhadap perilaku sosial,” ujar dia.
Baca Juga:
Polisi Pastikan Diplomat Arya Daru Tewas karena Bunuh Diri |
Dia mencontohkan motif bunuh diri bisa saja muncul akibat kekerasan verbal, intimidasi dari pihak ketiga, atau alasan personal lainnya. Polisi seharusnya tidak membiarkan ruang publik diisi asumsi liar karena ketiadaan informasi resmi.
“Kalau motif tidak dijelaskan, masyarakat bisa berpikir macam-macam. Bisa saja muncul tudingan ada tekanan dari pihak tertentu atau alasan lain yang justru kontraproduktif terhadap citra Polri,” tegas Bambang.
Dia mendorong aparat lebih profesional dan komunikatif dalam menangani kasus-kasus sensitif semacam ini, tanpa mengesampingkan prinsip kehati-hatian.
Sementara itu, Kriminolog Universitas Indonesia (UI) Josias Simon mengapresiasi langkah penyelidik Polda Metro Jaya yang berhasil meredam simpang siur informasi dalam kasus meninggalnya pegawai Kementerian Luar Negeri, Arya Daru Pangayunan, 39, dengan mengadakan konferensi pers.
Namun, dia menilai keterangan resmi yang disampaikan kepolisian belum sepenuhnya menjawab pertanyaan publik.
“Pertama, saya apresiasi kepada penyelidik Polda Metro Jaya yang segera dapat menjawab kesimpangsiuran kasus ADP,” kata Josias.
Menurut dia, kesimpulan yang dipaparkan dalam konferensi pers dengan metode Scientific Crime Investigation (SCI) menunjukkan tidak ditemukan unsur tindak pidana dalam peristiwa tersebut.
Namun, dia menyoroti penyebab kematian Arya Daru tidak dijelaskan secara rinci dalam pernyataan resmi.
“Dalam kasus ADP, tidak ditemukan tindak pidana. Tapi tidak disebut juga sebab-musabab kematiannya secara spesifik. Ini artinya masih terbuka kemungkinan, bila ditemukan petunjuk atau bukti baru, maka kasus ini bisa diselidiki kembali,” tegas dia.
Baca Juga:
Polisi Tegaskan Tangan dan Kaki Arya Daru Tak Terikat saat Ditemukan Tewas |
Dia menilai sikap terbuka ini penting agar publik tidak kehilangan kepercayaan terhadap institusi penegak hukum. Menurut Josias, penyelidikan berbasis SCI adalah pendekatan ilmiah yang valid, namun tetap perlu diimbangi dengan transparansi informasi yang proporsional.